EKBIS.CO, JAKARTA -- Pendalaman pasar keuangan dinilai bisa mengurangi ketergantungan porsi utang luar negeri pemerintah. Besarnya utang luar negeri bisa mengancam stabilitas sistem keuangan nasional.
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menjelaskan, saat ini 40,9 persen porsi surat utang pemerintah dikuasai oleh asing. Pada November 2017, Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah melonjak 14,3 persen menjadi 176,6 miliar dolar AS.
"Apabila kondisi ekonomi memburuk, asing bisa melakukan sudden capital reversal atau penjualan secara besar besaran. Ini dapat menjadi ancaman stabilitas sistem keuangan nasional," ujar Bhima kepada Republika.co.id, Selasa (16/1).
Menurut Bhima, masalah tersebut bisa diatasi dengan melakukan pendalaman pasar keuangan. Salah satunya dengan menerbitkan obligasi ritel. Kendalanya, bunga ritel lebih mahal karena biaya dana tinggi.
"Trade off antara instabilitas keuangan dan beban bunga utang. Pemerintah pilih yang asing dengan konsekuensi sistem keuangannya kurang stabil," kata Bhima.
Sementara itu mengenai kemampuan membayar utang dengan ruang fiskal yang semakin sempit, menurut Bhima cara satu-satunya adalah dengan memangkas belanja atau tambah utang baru. Pada 2017, belanja negara tercatat sebesar Rp 121,7 triliun, lebih tinggi dari target yang sebesar Rp 105,8 triliun.
Defisit APBN tercatat sebesar 2,46 persen, didukung oleh penerimaan pajak yang mencapai 1.147,5 trilliun. Namun pada tahun ini, penerimaan pajak diprediksi tidak sebesar tahun lalu, karena tidak ada lagi program amnesti pajak. Bhima memprediksi penerimaan pajak kemungkinan besar realisasinya 85 persen atau Rp 1.375 triliun.
"Jadi defisit proyeksinya hampir sama dengan tahun lalu dikisaran 2,4-2,5 persen," katanya.