EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah diyakini tidak akan bisa swasembada daging dan akan terus impor. Salah satu penyebabnya, karena pemerintah masih menjadikan tolak ukur harga sebagai keberhasilan.
Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternakan Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf, saat ini harga sapi masih dijadikan pemerintah sebagai patokan, bukan kesejahteraan para petani, dalam hal ini peternak.
"Kalau sekarang harga daging sapi dijadikan patokan, ya perbanyak saja impor. Harusnya tingkat produksi dan kesejahteraan petani yang dijadikan patokan. Sesuai dengan tujuan pembangunan: produksi meningkat, mampu mengerjakan suplai dalam negeri atau ketersediaan dan kesejahteraan petani," ujar Rochadi kepada Republika.co.id, Jumat (25/1).
Menurutnya saat ini pemerintah hanya mau harga murah, makanya mengimpor daging. Selain mengenai harga terdapat berbagai kebijakan yang menurut Rochadi kontraproduktif.
Salah satunya yaitu program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) yang dinilai tidak dilaksanakan dengan baik. Karena untuk program ini, pemerintah seharusnya menjamin pasar sehingga dapat menguntungkan petani.
"Bagus programnya, tapi di sisi lain harga harus Rp 80 ribu per kilogram, ya gimana bisa, SIWAB harga segitu? Jadi gak produktif hasilnya, tidak membuahkan hasil yang baik. Tidak menguntungkan petani," tutur Rochadi.
Kebijakan kontraproduktif lainnya yaitu tidak memperbolehkan sapi lokal diberi hormon, sedangkan pemerintah mengimpor sapi luar yang disuntik hormon. Kemudian usaha penggemukan (feedlot) yang harus digabung dengan pembibitan (breeding), padahal hal tersebut tidak mungkin dilakukan.
Pemerintah juga menunjuk pihak swasta untuk melakukan pembibitan tanpa diberi insentif yang tentunya tidak menguntungkan. Selain itu, impor daging juga dibebaskan. Padahal dulu, kata Rochadi, jumlah daging yang harus diimpor dikendalikan pemerintah.
Menurut Rochadi, banyak riset- riset mengenai ternak yang dapat dijadikan patokan sebelum mengambil kebijakan. Namun selama ini kebijakan yang diambil pemerintah terkait daging menurutnya merupakan kebijakan emosional.
"Data yang tidak jelas, kebijakan yang tidak dilakukan dengan baik. Banyak sekali faktor yang harus diselesaikan oleh pemerintah," kata Rochadi.