Rabu 31 Jan 2018 20:14 WIB

BI Butuh Dua Tahun Kaji Mata Uang Digital Rupiah

BI akan bandingkan penerbitan mata uang digital dengan negara lain.

Red: Nur Aini
Petugas keamanan melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas keamanan melintas didekat logo Bank Indonesia (BI), Jakarta, Ahad (1/10).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia menyebutkan proses kajian untuk menerbitkan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) akan selesai paling lambat pada 2020.

"Setelah kajian selesai, Bank Sentral baru akan memutuskan untuk menerbitkan atau tidak mata uang digital rupiah tersebut," kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko di Jakarta, Rabu (31/1).

"Kita mulai kajian ilmiahnya tahun ini, rencana kita kajian selesainya selama dua tahun. Lebih cepat lebih baik," ujar Onny. Meskipun memulai riset di tahun ini, Onny mengakui sejak 2017, BI sudah mengumpulkan kajian dan membandingkan proposal (benchmarking) penerbitan mata uang digital yang dilakukan bank sentral negara-negara lain.

Menurut Onny, banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam kajian ini, seperti dampak mata uang digital bank sentral terhadap moneter dan stabilitas sistem keuangan. Kemudian infrastruktur teknologi untuk menerbitkan mata uang digital, perlindungan konsumen, hingga masalah legalitas agar tidak berbenturan dengan Undang-Undang Mata Uang dan Undang-Undang BI. "Setelah kajian, baru diputuskan 'go or no go'," kata dia. "Kita juga lihat Undang-Undang (UU). Kalo UU tidak memungkinkan ya tidak bisa keluar. Kita pikirkan juga keamanan," ujar dia.

Jika berkaca dari kajian-kajian dan pandangan Bank Sentral negara lain, Onny mengatakan penerbitan mata uang digital memang akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Hal itu karena BI tidak perlu terus menerbitkan uang rupiah fisik, melainkan bisa mengedarkan uang dalam bentuk digital. "Jadi tidak perlu cetak uang, ada legal tendernya yakni kepasian hukum, dan tidak fluktuatif naik turun seperti mata uang virtual (virtual currency)," ujar dia.

Mata uang digital bank sentral (CBDC) berbeda dengan mata uang virtual (virtual currency) yang diterbitkan swasta, seperti Bitcoin dan Etherum. CBDC diterbitkan secara legal oleh bank sentral dan dijaga peredarannya agar tidak menimbulkan gelembung harga dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Bank Sentral negara-negara lain pun saat ini sedang mengkaji penerbitan mata uang digital, seperti Bank Sentral Inggris, Bank Sentral Singapura, Bank Sentral Malaysia dan juga Bank Sentral Ekuador. BI juga sedang mengkaji penggunaan teknologi pencatatan transaksi terintegrasi modern (blockchain) sebagai platform mata uang digital bank sentral.

sumber : Antara
Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement