EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan dengan Ratu Maxima, yang merupakan utusan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) untuk Inklusi Keuangan atau lebih dikenal United Nation Secretary General Special Advovate (UNSGSA) for Financial Inclusion. Dalam pertemuan tersebut keduanya membahas sejumlah hal utamanya dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, persoalan penting yang harus segera diselesaikan pemerintah adalah penyederhanaan sistem. Ini menjadi kunci penting yang harus segera diperbaiki bersama. Sebab selama ini perizinan dalam negeri kerap menyulitkan hal-hal baru berkembang.
"Menyederhanakan izin yang buat kita ruwet. Kalau hal ini bisa diselesaikan akan mempercepat inklusi keuangan kita," kata Jokowi usai bertemua Ratu Maxima, Selasa (13/2).
Menurut Jokowi, ketika permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat maka kemajuan inklusi keuangan Indonesia tidak akan sepesat yang diinginkan.
"Jadi dua hal (penyederhanaan sistem dan penyederhanaan izin) segera cepat kita selesaikan," ujar Jokowi.
Bank Indonesia (BI) memang menilai bahwa tingkat inklusi keuangan yang rendah dapat memicu imbas negatif bagi perekonomian, salah satunya adalah kegiatan ekonomi bawah tanah (shadow economy) yang tidak terdata sehingga rawan menimbulkan gejolak bagi stabilitas sistem keuangan, kata Bank Indonesia.
Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan masih rendahnya tingkat inklusi keuangan Indonesia yang sebesar 36 persen. Sugeng merujuk data inklusi keuangan sebesar 36 persen di Indonesia berdasarkan survei Bank Dunia pada 2014.
"Artinya, baru 36 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal," kata Sugeng.
BI dan pemerintah menargetkan rasio inklusi keuangan itu dapat meningkat hingga 75 persen pada 2019, sesuai Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Menurut Sugeng, terdapat tiga imbas negatif akibat rendahnya tingkat inklusi keuangan bagi perekonomian di Indonesia.