EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan menginisiasi penggunaan kartu kredit sebagai metode baru dalam pembayaran APBN mulai tahun ini. Penggunaan kartu kredit diharapkan bisa memberikan kemudahan bagi Kementerian/Lembaga (K/L) dan meminimalisasi penggunaan uang tunai.
"Kita mengganti ruang persediaan uang tunai menjadi kartu kredit bersama Himpunan Bank Negara (Himbara) sehingga seluruh K/L tidak lagi perlu brankas uang," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani usai menghadiri Rakornas Pelaksanaan Anggaran 2018 di Jakarta, Rabu (21/2).
Sri mengatakan, penggunaan uang tunai berpotensi menimbulkan kecurigaan sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun pembiayaan terorisme. Ia mengaku, aparat pemerintah pernah dicegah masuk negara lain karena harus membawa uang tunai dalam jumlah besar.
"Itu seperti zaman baheula. Kalau saat ini bawa uang tunai itu justru dicurigai sebagai TPPU dan pembiayaan terorisme," ujarnya.
Sri juga meminta kepada para direksi Himbara untuk menjaga keamanan kartu kredit tersebut dari berbagai tindak kejahatan keuangan. Dengan penggunaan kartu tersebut, ia berharap pelaksanaan anggaran bisa lebih akuntabel.
"Kita jadi tahu waktu digesek itu digunakan untuk apa dan dimana. Anda tidak perlu lagi membuat kuitansi," ujar Sri.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono menjelaskan, plafon kartu kredit pemerintah berada di kisaran Rp 50 juta sampai Rp 200 juta. Plafon tersebut bervariasi tergantung pada kapasitas anggaran masing-masing satker.
Ia menjelaskan, tujuan penggunaan kartu kredit tersebut adalah untuk meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara dan juga meningkatkan keamanan dalam bertransaksi. "Ini juga mengurangi idle cash dari penggunaan uang persediaan. Kartu kredit pemerintah dapat digunakan oleh seluruh K/L untuk melakukan belanja operasional dan belanja perjalanan dinas dengan efisien dan efektif," ujar Marwanto.