EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan kebijakan moneter Bank Indonesia yang menahan suku bunga acuan di level 4,25 persen sudah tepat. Laporan terbaru Bank Dunia menyebutkan negara-negara kawasan perlu mempertimbangkan pengetatan kebijakan moneter dan melanjutkan penguatan peraturan makroprudensial.
Menurut Josua, Bank Indonesia telah mengeluarkan pelonggaran kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) baik GWM Averaging maupun GWM Sekunder. Selain itu, BI juga mengeluarkan ketentuan tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). "Instrumen yang dikeluarkan Bank Indonesia ini diharapkan mendorong likuiditas perbankan dan makroprudensial masih longgar," kata Josua saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (12/4).
Pertumbuhan kredit perbankan memang belum signifikan. Josua menyatakan, penurunan bunga kredit perbankan tahun lalu belum optimal. Dengan instrumen tersebut diharapkan permintaan kredit meningkat.
Selama ini, kebijakan moneter Bank Indonesia mempertimbangkan nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi. Menurutnya, selama nilai tukar rupiah dan inflasi terkendali, belum ada urgensi menaikkan suku bunga. "Selama nilai tukar rupiah terkendali dan inflasi dalam jangkaran target 3,5 persen plus minus satu persen, tidak perlu responsif," ungkapnya.
Selain itu, visi dan misi Gubernur Bank Indonesia Terpilih namun belum dilantik, Perry Warjiyo juga tetap akan mendorong pertumbuhan. Beberapa waktu terakhir, nilai tukar rupiah juga relatif stabil. Inflasi juga sesuai ekspektasi.
Dengan indikator tersebut, Josua memperkirakan stands kebijakan Bank Indonesia masih netral untuk tahun ini. Sedangkan untuk tahun depan, dia belum bisa memprediksi. Hal itu juga tergantung rencana pemerintah dari sisi anggaran.
Josua menambahkan, laporan Bank Dunia yang menyatakan negara maju menaikkan suku bunga, tidak harus diikuti negara-negara berkembang menaikkan suku bunga. Suku bunga Bank Sentral Eropa saat ini masih nol persen.
Namun, jika kondisi inflasi mengalami kenaikan dan nilai tukar rupiah melemah, ada kemungkinan tahun depan untuk pengetatan kebijakan moneter. Tetapi tidak untuk tahun ini. Terlebih, pemerintah telah menjamin tidak akan ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal tersebut untuk menjaga agar inflasi tetap terkendali. Sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi. "Itu akan mensukung kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas dan mendorong momentum pertumbuhan," ujarnya.