EKBIS.CO, JAKARTA -- Forum Lintas Asosasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIPGR) menanggapi positif pencabutanperaturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2017 yang mewajibkan perdagangan gula rafinasi dilakukan dengan sistem lelang.Koordinator FLAIPGR Dwiatmoko Setiono menilai, pembatalan pelaksanaan lelang gula rafinasi sudah tepat.
"Saya mengapresiasi keputusan itu. Kami memang sudah memberi masukan bahwa lelang itu akan merugikan perekonomian Indonesia," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (18/4).
Setelah dicabutnya Permendag 40, sambung Dwiatmoko, pemerintah tinggal mencari solusi agar pelaku UMKM bisa mendapat akses yang lebih mudah pada gula rafinasi. Ia sendiri mengusulkan, agar pemerintah melibatkan Perum Bulog dalam hal ini.
Pemerintah dapat menunjuk perusahaan pelat merah tersebut untuk membeli gula rafinasi dari pabrik. Kemudian, Bulog diwajibkan untuk mendistribusikan gula khusus industri itu hanya kepada UMKM.
"Bulog kan punya gudang dan logistik yang memadai di seluruh daerah. Itu bisa dimanfaatkan," kata Dwiatmoko.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan telah mencabut Permendag 40. Dengan dicabutnya aturan tersebut, maka secara otomatis kewajiban lelang gula rafinasi menjadi batal.
"Ya, batal. Tapi kalau dia mau jalan (lelang) ya silakan, tidak wajib," ujar Mendag, di kantornya, Rabu (18/4).
Pencabutan Permendag 40 merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam rekomendasinya, KPK menilai pelaksaan lelang gula rafinasi tidak efektif. Ada tambahan biaya dalam mekanisme tersebut yang pada akhirnya berpotensi dibebankan pada konsumen.
Selain itu, KPK juga menilai sistem lelang tidak menjamin adanya kesetaraan akses terhadap komoditas gula rafinasi antara pelaku UKM dengan industri besar. Sebab, lelang membatasi jumlah minimum pembelian sebanyak satu ton.