EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menegaskan, keputusan pemerintah untuk menambah kuota impor beras sebesar 500 ribu ton adalah hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kemenko Perekonomian. Oke menjelaskan, impor dibutuhkan untuk bisa menurunkan harga beras hingga level di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET)
"Kata rakortas pasokan kurang jadi harus ditambah," ujar Oke di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (18/5).
Oke mengatakan, tugas impor beras akan diserahkan pada Perum Bulog untuk menambah pasokan dan menstabilkan harga di pasaran. Ia mengaku, serapan Bulog kurang memadai karena petani memilih untuk tidak menjual gabahnya ke Bulog. Penyebabnya, kata Oke, kemampuan Bulog dibatasi harga pembelian pemerintah (HPP).
"Dengan HPP dinaikkan 10 persen saja masih tidak bisa menyerap. Dinaikkan jadi 20 persen juga tidak bisa menyerap karena harga gabah tinggi," ujar.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penambahan impor beras sebesar 500 ribu ton adalah upaya untuk stabilisasi harga pangan. Darmin menjamin, importasi tersebut tidak akan mengganggu kondisi panen petani.
"Harganya sudah mulai turun atau belum? Artinya yang medium itu masih Rp 10.500 per kilogram padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450 per kilogram," ujar Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Rabu (16/5).
Darmin menyebut, kebijakan itu juga dibarengi dengan memantau perkembangan harga dari sisi produsen atau petani.
Awal 2018, pemerintah juga telah memutuskan impor beras sebanyak 500 ribu ton untuk menstabilisasi harga kebutuhan bahan pokok tersebut. Belajar dari pengalaman impor tersebut, ia memastikan harga gabah tidak akan jatuh.
"Kita itu menerka-nerka seperti apa perkembangan harga seperti apa perkembangan produksi. Kita tidak akan melakukan itu (impor) kalau itu membuat harga (gabah) jatuh terlalu jauh," ujarnya.