EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menahan kenaikan suku bunga kredit perbankan. Hal ini imbas kenaikan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen.
"Sebenarnya tidak mudah, tapi OJK bisa mendorong perbankan jangan buru-buru menaikkan suku bunga kredit. Kurangi sedikit spread-nya," kata Darmin di Jakarta, Jumat (29/6).
Baca: Menko Darmin Dukung Kenaikan Suku Bunga BI
Darmin menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia akan mendorong kenaikan bunga tabungan dan kredit perbankan. Akan tetapi, ia mengaku selisih atau spread bunga tabungan dan kredit di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara.
"Spread kita itu masih agak tinggi dibanding negara lain. Kita itu 5 sampai 6 persen spread-nya. Di Malaysia dan Thailand itu 3 persen," kata Darmin.
Meski begitu, ia mengaku hal itu tidak mudah dilaksanakan. Hal ini lantaran OJK tidak bisa memaksakan aturan itu kepada perbankan. "Walaupun, itu tidak bisa dipaksa-paksa juga. Namanya juga banknya dia," kata Darmin.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, langkah menaikkan suku bunga diambil demi menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah berbagai tekanan global. Terutana dari Amerika Serikat (AS)."Keputusan ini berlaku efektif mulai Jumat 29 Juni 2018," ujar Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Jumat, (29/6).
Tidak hanya suku bunga acuan, bank sentral juga menaikkan suku bunga deposit facility dan lending facility sebesar 50 basis poin, masing-masing menjadi 4,5 persen serta 6 persen.
Perry pun menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan a head of the curve menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara. Ditambah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Kebijakan tersebut tetap ditopang dengan kebijakan intervensi ganda di pasar valas dan di pasar Surat Berharga Negara serta strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas. Khususnya di pasar uang rupiah dan pasar swap antarbank," jelas Perry.