EKBIS.CO, JAKARTA — Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah perlu memitigasi dampak kenaikan suku bunga. Bhima menyebut, kenaikan suku bunga berpotensi mengganggu jalannya pemulihan ekonomi.
"Karena ternyata kenaikan suku bunga cukup agresif, di satu sisi inflasi masih tinggi terutama inflasi dari dampak BBM dan inflasi pangan," kata Bhima kepada Republika, Jumat (20/1/2023).
Untuk itu, Bhima menegaskan Bank Indonesia dan pemerintah perlu memitigasi dampak dari kenaikan suku bunga. Terlebih, Bhima memprediksi suku bunga masih berpeluang naik tiga sampai empat kali sepanjang 2023.
Bhima mengatakan, harus ada kebijakan mitigasi untuk tetap mendorong daya beli atau menstimulus sektor yang akan terdampak langsung. "Misalnya sektor industri yang beban utangnya cukup tinggi atau di sektor properti, kendaraan bermotor, perlengkapan rumah tangga, ritel. Itu adalah sektor-sektor yang harus diberikan stimulus secepatnya," ungkap Bhima.
Dengan adanya mitigasi yang tepat, Bhima menilai paling tidak dapat mengkompensasi efek naiknya suku bunga. Jika hal tersebut tidak dilakukan, Bhima menyayangkan karena bertelatan dengan momentum pemulihan ekonomi dan mobilitas.
"Jangan sampai naiknya suku bunga mejadi momok sehingga ekonomi sedikit melambat," ucap Bhima.
Bank Indonesia (BI) kembali menaikan suku bunga acuan BI-7Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis point (bps) menjadi 5,75 persen. Kenaikan suku bunga tersebut dilakukan setelah sebelumnya sudah dinaikan 200 bps pada Agustus 2022.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kebijakan menaikan suku bunga acuan untuk menjaga inflasi. "Kenaikan ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada di bawah empat persen pada semester I 2023," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (19/1/2023).
Perry menambahkan, kenaikan suku bunga juga ditetapkan untuk memastikan inflasi indeks harga konsumen (IHK) akan berada di bawah empat persen pada semester II 2023.