EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo meyakini nilai tukar rupiah masih bisa menguat terhadap dolar AS. Perry mengatakan, posisi rupiah saat ini masih terlalu lemah dibandingkan nilai fundamentalnya.
"Nilai tukar yang ada sekarang masih terlalu lemah kalau dibandingkan dengan fundamentalnya sehingga dari sisi fundamentalnya mestinya ada ruang untuk lebih apresiatif lagi," kata Perry di kompleks parlemen, Jakarta pada Rabu (11/7).
Ia mengatakan, saat ini rupiah masih mendapat tekanan akibat gejolak eksternal. Meski begitu, ia menegaskan, depresiasi nilai tukar rupiah relatif masih terkendali dibandingkan negara lain. Ia menyebut, saat ini pelemahan rupiah terhadap dolar AS sepanjang tahun ini adalah 5,6 persen.
Petugas menunjukan pecahan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing, di Jakarta (ilustrasi)
"Pelemahan ini lebih rendah dari Filipina Peso, India Rupee apalagi kalau dibandingkan dengan Brasil, Korea Selatan, dan Turki itu pelemahannya jauh lebih tinggi," kata Perry.
Baca juga, Rupiah Kembali Melemah, Ini Penjelasan Sri Mulyani.
Perry mengatakan, saat ini kondisi pasar keuangan Indonesia khususnya nilai tukar rupiah sudah semakin stabil. Hal itu, ujarnya, berkat kebijakan yang diambil BI serta koordinasi dengan pemerintah.
Ia mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate hingga mencapai level 5,25 persen bertujuan untuk meningkatkan daya saing pasar keuangan Indonesia.
"Alhamdulillah, dalam beberapa waktu terakhir ini terjadi arus masuk asing ke SBN (Surat Berharga Negara) dan itu menjadi satu poin positif yang memang mendorong stabilitas nilai tukar," kata Perry.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan rupiah harus dilihat dari benchmark terhadap negara lain maupun terhadap dolar AS sendiri. Menurut Sri, setiap saat ada pemicu pergerakan rupiah.
"Karena ini setiap hari ada pemicunya, apakah hari ini Presiden Trump bilang ini, kemudian policy-nya terhadap RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Jadi, ini akan terus dinamis yang akan harus kita terus respons, tidak harian, tapi kita jaga dari sisi yang disebut jangka menengah panjang," kata Sri Mulyani setelah dipanggil Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/6).