EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol menyampaikan hasil positif atas reformasi subsidi energi yang telah dilakukan Indonesia. Fatih menilai, langkah Pemerintah Indonesia dalam mengelola subsidi energi beberapa tahun terakhir telah berada pada jalur yang benar.
Meski begitu, Pemerintah harus mempertimbangkan secara matang dalam memberikan subsidi tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak menerima. Jika dilakukan dengan hati-hati, pengelolaan subsidi ini diyakini akan menjadi 'karpet merah' bagi kemajuan pengelolaan sektor energi dan mineral.
"Jika subsidi itu memang diperlukan, maka perlu didesain case by case dengan target yang jelas," saran Fatih di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Selasa (17/7).
Di samping itu, tandas Fatih, Pemerintah harus mempertimbangkan kondisi global seiring menguatnya permintaan minyak dunia yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya. Bila tidak segera direspon, hal ini akan berdampak pada penggunaan energi yang boros serta membuat keuangan negara kurang efisien.
"Menguatnya harga minyak jadi alasan utama bagi beberapa negara untuk berpikir ulang dalam menentukan pemberian subsidi atau tidak. Di ASEAN, Pemerintah semestinya berhati-hati dengan subsidi, karena dapat membuat inefisiensi dalam penggunaan energi," ungkap Fatih.
Meski begitu, Fatih memberikan sisi positif bagi pemberian subsidi energi lantaran mampu mempermudah daya beli masyarakat kurang mampu. "Pemberian subsidi memberikan dampak ganda. Subsidi memberi ruang inefisien dalam sistem ekonomi dan energi, tapi di sisi lain berguna untuk melindungi masyarakat yang paling miskin," jelasnya.
Sebagai informasi, analisa IEA menyebutkan bahwa konsumsi subsidi energi di negara-negara ASEAN telah mengalami penurunan sejak tahun 2015. Nilai subsidi energi di negara ASEAN ditaksir turun dari 500 miliar dolar AS di tahun 2012 menjadi 270 miliar dolar AS di tahun 2016.
Di Indonesia sendiri, subsidi energi dalam 3 tahun terakhir dipangkas sebesar Rp 635 triliun atau 66 persen dibandingkan tiga tahun sebelumnya, dan dialokasikan untuk belanja yang lebih produktif.
Pada tahun 2016, realisasi subsidi energi hanya sebesar Rp 106,8 triliun. Angka ini turun drastis dibandingkan dengan tahun 2014 dimana subsidi energi mencapai Rp 341,8 triliun. Sebelumnya, pada tahun 2012 dan 2013 subsidi energi berturut-turut Rp 306,5 triliun dan Rp 310 triliun.