EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan dua peraturan menteri (Permen) tentang panas bumi. kedua regulasi tersebut adalah Permen ESDM 33/2018 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data dan Informasi Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung, dan Permen ESDM 37/2018 tentang Penawaran Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), Pemberian Izin Panas Bumi, dan Penugasan Pengusahaan Panas Bumi.
"Penerbitan regulasi ini merupakan rangkaian upaya kita untuk melengkapi aturan main pemanfaatan panas bumi. Kita tahu potensi panas bumi sangat besar dan menjadi andalan untuk memenuhi target bauran mix energy," kata Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana di kantornya, Jumat (20/7).
Badan Geologi telah menginventarisasi sumber daya panas bumi Indonesia mencapai 28.508 MWe dengan cadangan sebesar 17.435 MWe. Target Pemerintah untuk pengembangan panas bumi pada tahun 2025 adalah sebesar 7.241,5 MW.
Saat ini pemanfaatan sumber energi panas bumi baru mencapai 1.948,5 MW. "Tentunya butuh kerja, dukungan dan upaya bersama untuk mencapai target tersebut," ujar Rida.
Secara bertahap, kata Rida Pembangkit Panas Bumi mengalami peningkatan kapasitas setiap tahunnya, pada tahun 2018 ini akan ada tambahan kapasitas dari COD PLTP Lumut Balai 55 MW di Provinsi Sumatera Selatan, dan PLTP Sorik Marapi 40 MW di Provinsi Sumatera Utara.
"Saat ini Pemerintah telah dan terus berupaya membuat kebijakan, menfasilitasi pelaksanaan pengusahaan, menyederhanakan proses bisnis untuk mempercepat pengembangan Panas Bumi dengan menciptakan iklim investasi yang semakin kondusif," ujar Rida.
Peraturan Menteri ESDM 33/2018 merupakan amanat Pasal 25, 33 dan 112 PP 7/2017 yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada stakeholders dalam memanfaatkan Data dan Informasi Panas Bumi secara transparan, serta mendukung pelaksanaan government drilling utamanya terkait substansi kompensasi harga Data dan Informasi Panas Bumi. Layanan Data dan Informasi Panas Bumi diberikan kepada stakeholders sesuai syarat dan ketentuan tanpa dikenakan biaya.
Dijelaskan juga dalam aturan tersebut bahwa data umum dan data interpretasi bersifat terbuka, sedangkan data mentah dan data olahan dapat diperoleh melalui permohonan dengan perjanjian tidak mengungkap (kecuali pengalihan data dan informasi dalam kegiatan pengusahaan Panas Bumi oleh Badan Usaha pemegang IPB atau pelaksana penugasan).
Sedangkan Peraturan Menteri ESDM 37/2018 merupakan amanat Pasal 67 dan 68 PP 7/2017 yang merupakan usaha Pemerintah dalam bentuk kebijakan untuk memberikan pedoman dan landasan hukum yang jelas kepada para stakeholders terhadap penyelenggaraan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan penawaran WKP, pemberian IPB, dan penugasan pengusahaan panas bumi.
Direktur Panas Bumi, Direktorat EBTKE, Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari menjelaskan Peraturan Menteri ESDM 37/2018 secara substansi mengatur tata cara dan mekanisme penawaran WKP dengan cara lelang, pemberian IPB, dan penugasan pengusahaan panas bumi kepada BLU/BUMN serta kriteria WKP yang dapat diberikan penugasan.
"Peraturan Menteri ESDM 37/2018 ini berbeda dengan mekanisme pelelangan yang berdasarkan PP 75/2014 dimana harga penawaran merupakan penentu utama dalam memilih pemenang pelelangan WKP, penentuan usulan calon pemenang pelelangan berdasarkan Permen ESDM No 37/2018 ditentukan dengan mempertimbangkan hasil evaluasi terhadap proposal pengembangan proyek dan komitmen eksplorasi," ujar Ida dalam kesempatan sama.
Ida menambahkan dengan Peraturan Menteri ini diharapkan dapat meningkatkan kepastian pencapaian COD dalam pengembangan panas bumi di Indonesia dan dapat membantu Pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap pengembangan panas bumi.
Selain itu, peraturan ini juga mengatur terkait Penugasan pengusahaan panas bumi kepada BLU/BUMN yang merupakan salah satu kebijakan terobosan dalam penyelenggaraan panas bumi berdasarkan PP 7/2017.