EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Syariah Nasinal Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tengah membahas empat fatwa di industri keuangan syariah. Fatwa-fatwa tersebut rencananya bakal dikeluarkan tahun ini.
Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian DSN MUI, Jaih Mubarok, menyebutkan, empat pembahasan yang akan dijadikan fatwa tersebut antara lain mengenai pasar modal yakni Efek Beragunan Aset Syariah (EBAS) Kontrak Investasi Kolektif (KIK), serta Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Dua lainnya masing-masing mengenai biaya administrasi dan biaya riil, serta tentang Margin During Construction (MDC).
"Agenda kami ke depan empat sampai lima fatwa lagi tahun ini akan kami keluarkan untuk mendukung industri," kata Jaih kepada wartawan di Jakarta, pekan lalu.
Sebelumnya, DSN MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai Efek Beragunan Aset Syariah (EBAS) dan fatwa EBAS Surat Partisipas (SP). Kemudian saat ini yang dibahas mengenai EBAS KIK. Ketiganya berkait dengan sekuritisasi pembiayaan perumahan.
Pembahasan mengenai EBAS KIK belum memperoleh titik temu karena pada saat pembahasan terakhir, regulator dan industri masih belum berhasil menjelaskan kepada DSN MUI mengenai underlying asset. "Karena yang disampaikan kepada kami kan future income itu kan masih menggantung masih ghoror (belum ada kejelasan)," ucap Jaih.
Dia mencontohkan, jalan tol boleh digunakan sebagai underlying. Namun kalau pendapatan jalan tol yang akan disewakan kepada pengguna di masa yang akan datang itu tidak boleh, tetapi untuk membayar kupon itu dibolehkan. Hal tersebut dinilai agak rumit dijelaskan dari sisi syariah.
Kemudian fatwa tentang KSEI dinilai sudah dalam tahap naskah kesiapan. Fatwa mengenai KSEI akan menjadi pelengkap fatwa DSN MUI No 80 tentang Bursa Efek Indonesia (BEI). "Karena KSEI memang memerlukan kegiatan yang secara syariah, hari ini sudah berjalan tetapi belum ditegaskan dalam fatwa," imbuh Jaih.
Terkait fatwa tentang biaya administrasi dan biaya riil, DSN MUI belum mendapatkan rumus yang disepakati. Sementara, fatwa tentang MDC (margin during construction) dengan tujuan bagaimana lembaga keuangan syariah (LKS) bisa memperoleh pendapatan padahal barangnya belum jadi.
Hal itu diibaratkan membangun perkebunan, kebunnya belum menghasilkan. DSN MUI tengah mencari rumus untuk diterapkan di lembaga keuangan syariah.
"Kebetulan kita punya fatwa ijarah maushufah biz zimmah, kemudian dalam jual beli kami punya fatwa jual beli salam dan istishna mungkin itu bisa jadi kerangka," ucapnya.