EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai adanya imported inflation atau inflasi yang berasal dari luar negeri pada semester II-2018. Inflasi ini terjadi akibat pelemahan rupiah.
"Kita tentu harus hati-hati melihat depresiasi rupiah yang biasanya terjemahannya adalah imported inflation, ini nanti kita lihat di semester II," kata Sri Mulyani ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (7/8).
Inflasi yang berasal dari luar negeri disebabkan oleh peningkatan harga di luar negeri atau depresiasi nilai tukar. Ketika harga impor meningkat, harga barang domestik yang menggunakan impor sebagai bahan mentah juga turut meningkat sehingga menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa secara umum.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan tetap menjaga laju inflasi stabil pada 3,5 persen. Hal tersebut ditempuh dengan tetap menjaga dari sisi pasokan makanan dan terutama untuk barang-barang yang harganya diatur pemerintah (administered prices).
"Selama inflasi bisa kita jaga di 3,5 persen, kita akan tetap melihat konsumsi akan bisa bertahan cukup baik," ujar Menkeu.
Pada Juli 2018, BPS mencatat inflasi 0,28 persen. Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2018 sebesar 2,18 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juli 2018 terhadap Juli 2017) sebesar 3,18 persen.
Angka inflasi tersebut masih berada dalam target inflasi Bank Indonesia 2,5-4,5 persen pada 2018. Pada 2017, realisasi inflasi mencapai 3,61 persen atau masih dalam target 3-5 persen.
BPS juga mencatat komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2018 tumbuh 5,14 persen atau lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih di bawah lima persen yaitu 4,95 persen.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga masih mendominasi dalam struktur PDB mencakup lebih dari separuhnya yaitu 2,76 persen. Ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 juga tercatat tumbuh 5,27 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Menkeu menambahkan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 yang sebesar 5,27 persen secara year on year (yoy) di luar ekspektasi. Ia sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya akan berkisar 5,17 hingga 5,2 persen (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi ini di atas yang kami perkirakan. Jadi, ini bagus," kata Sri di Jakarta, Senin (6/8).
Ia menyoroti tingkat konsumsi yang tumbuh kuat di level 5,14 persen. Hal itu, kata Sri, berkat faktor musiman, seperti Ramadhan dan Lebaran, tunjangan hari raya, dan juga libur panjang.
Baca juga, Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Cetak Rekor Tertinggi
Meski begitu, Sri masih meyakini pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan tetap tinggi pada semester II. Ia menyebut, sejumlah agenda penting, seperti Asian Games 2018 dan pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, bisa ikut mendorong konsumsi.