EKBIS.CO, JAKARTA -- Petani menyayangkan keputusan impor beras tambahan yang diberikan kepada Perum Bulog. Sebab, produksi dalam negeri dinilai mencukupi kebutuhan.
"Itu sangat berat karena harga di petani juga jadi jatuh," ujar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir kepada Republika.co.id, Senin (20/8).
Ia melanjutkan, harga di petani saat ini Rp 4.700 per kg Gabah Kering Giling (GKG). Angka tersebut turun dari harga jual seharusnya Rp 5.000 per kg hingga Rp 5.200 per kg GKG.
Jumlah pasokan gabah yang dihasilkan petani menurutnya, pada 2017 saja mencapai 6,3 juta ton dari 15 juta kepala keluarga petani padi. Sementara, untuk stok keseluruhan termasuk di pedagang dan lainnya mencapai 8,5 juta ton.
"Jadi barang banyak di petani," katanya. Gagal panen yang terjadi akibat kekeringan diakui Winarno cukup sedikit, tidak sampai 1.000 hektare.
Ia pun mempertanyakan dasar dilakukannya impor beras termasuk bagaimana perhitungannya. "Dan itu untuk apa sih? Orang di kita juga sudah banyak, harga sudah jatuh," ujar dia.
Baca juga, Mendag: Impor Beras Hasil Rakor
Bulog mendapat perintah impor beras 500 ribu ton pada izin pertama yang sempat dikritik banyak pihak. Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Petani dan Undang-Undang Pangan, ada ketentuan untuk tidak mengimpor pada satu bulan sebelum panen dan satu bulan setelah panen.
Pada izin impor pertama, karena mepet, impor tidak mencapai 500 ribu ton. "Ketika sudah agak tenang baru dilengkapi mencapai 500 ribu ton," katanya.
Izin impor kedua Bulog kembali menerima kuota sebesar 500 ribu ton. Terbaru, izin impor yang disetujui pada Juli 2018 melalui Rakortas sebesar satu juta ton. Itu artinya total kuota impor beras Bulog mencapai dua juta ton.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi mengatakan realisasi Serap Gabah Petani (Sergap) per 19 Agustus sebesar 1.328.073 ton. "Dari Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, Kalsel, Sumsel, NTB, Lampung dan Yogyakarta," katanya. Target sergap pemerintah sendiri hingga akhir tahun mencapai 2,7 juta ton.