Rabu 22 Aug 2018 17:10 WIB

ESDM Genjot Kinerja Hulu Migas

Lifting migas sudah mencapai sekitar 96,5 persen dari target APBN.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah, Peciko dan South Mahakam (SPS) yang merupakan tempat pengolahan minyak dan gas bumi dari Blok Mahakam, Kutai Kartanegara, Rabu (27/12).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah, Peciko dan South Mahakam (SPS) yang merupakan tempat pengolahan minyak dan gas bumi dari Blok Mahakam, Kutai Kartanegara, Rabu (27/12).

EKBIS.CO, JAKARTA --  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menggenjot kinerja di sektor hulu migas. Hingga akhir Juni lalu, lifting migas nasional sudah mencapai 1.923 thousand barrels of equivalent per day (mboepd) atau sekitar 96,5 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang ditetapkan sebesar 2.000 mboepd. Besaran angka tersebut disumbang dari 1.152 mboepd lifting gas dan 771 mbopd lifting minyak.

Guna meningkatkan produksi migas, Pemerintah telah menetapkan 25 Wilayah Kerja (WK) migas yang masa kontrak kerjanya samanya berakhir hingga tahun 2021 mendatang, dengan rincian 6 WK terminasi/lelang (2017), 10 WK terminasi/lelang (2018), 4 WK terminasi (2019), 4 WK terminasi (2020) dan 1 WK terminasi (2021). Semua blok tersebut menggunakan sistem kontrak bagi hasil Gross Split menggantikan cost recovery.

"Melalui gross split, biaya operasi harus semakin efisien dan tingkat produksi harus ditingkatkan. Paling tidak minimal dipertahankan," harap Menteri ESDM Ignasius Jonan melalui keterangan resminya, Rabu (22/8).

Sebagian besar WK telah dipercayakan untuk dikelola oleh PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha Pemerintah. Termasuk salah satu blok terbesar di Indonesia, yaitu Blok Rokan.

Transisi pengelolaan blok tersebut diharapkan mampu meningkatkan peran Pertamina dalam pengelolaan migas nasional. Pemerintah menargetkan dari pengelolaan blok strategis, kontribusi minyak Pertamina bisa meningkat perlahan hingga mencapai 60 persen pada 2021 nanti.

Di samping itu, Pemerintah juga terus mengembangkan proyek-proyek strategis seperti lapangan Jangkrik, Jambaran Tiung Biru dan Masela. Hal ini dengan tetap mempertimbangkan penerapan teknologi yang terkini dan tepat guna maupun monitoring pelaksanaan proyek tersebut.

Penerimaan negara dari subsektor migas menembus Rp 89,81 triliun (anaudited) atau 72 persen dari target APBN Tahun 2018 sebesar Rp 124,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 60,2 triliun (67 persen) adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam, Rp 6,05 triliun (4 persen) PNBP dan Rp 29,6 triliun (33 persen) Pajak Penghasilan (PPh).

Selain itu, pergantian rezim fiskal memberikan angin segar bagi keuangan negara. Setelah biaya produksi untuk pengelolaan migas bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2015 sempat alami ketimpangan karena tingginya biaya cost recovery, kini penerimaan negara kembali lebih besar dibanding biaya cost recovery.

Hingga semester I 2018, penerimaan negara sebesar 8,5 miliar dolar AS, sementara cost recovery hanya 5,2 miliar dolar AS. Nilai investasi migas menyumbang sebesar 5,11 miliar dolar AS hingga Juni 2018.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement