EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech) membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk menggodok Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Lending). Pembuatan kode etik ini turut melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan Aftech Adrian Gunadi mengatakan, latar belakang dari pembuatan kode etik ini berangkat pascaterbitnya Peraturan OJK Nomor 77 pada akhir 2016. Aftech yang waktu itu masih terdiri atas 20 hingga 30 perusahaan mulai memikirkan untuk membuat kode etik sebagai panduan. "Karena, kalau kita mengacu ke negara lain seperti Amerika, di sana sudah memiliki CoC (Code of Conduct) untuk fintech market place lending," ujarnya dalam temu media di Fintech Space, Kamis (23/8).
Kode etik ini mengatur transparansi, tata kelola perusahaan dan perlindungan konsumen. Melalui pembuatan kode etik, asosiasi ingin memastikan bahwa semua pemain fintech memiliki aturan perilaku pasar (market conduct) yang seragam, sehingga masyarakat mendapatkan informasi dan edukasi secara menyeluruh.
Baca juga, Ini Tiga Acuan dalam Kode Etik Industri Fintech Lending
Rancangan kode etik berangkat dari pemikiran Aftech untuk terus mengembangkan industri fintech dengan tetap menjaga aspek transparansi dan perlindungan konsmen. Kode etik ini berisikan seperangkat prinsip dan proses yang disepakati bersama dan secara sukarela oleh para perusahaan anggota Aftech yang memberikan layanan pinjam-meminjam berbasis online.
Pelaku usaha ini termasuk penyelenggara jual beli barang dengan layanan cicilan, penyelenggara pegadaian, platform komparasi atau agregator online untuk pemberian pinjaman atau kredit serta perusahaan pembiayaan dan bank. Sampai saat ini, sekitar 50 dari 63 anggota Aftech sudah menandatangani kode etik. Sisanya, ditargetkan melakukan hal yang sama sampai akhir tahun.
Di samping kode etik, Aftech juga telah menyiapkan perangkat lain termasuk pembentukan komite etika independen. Komite ini memegang peranan penting terkait monitoring guna memastikan kode etik dijalankan oleh para anggota. "Mereka bekerja secara independen dan efektif," ujar Adrian.
Dewan Penasihat Aftech Rahmat Waluyanto mengapresiasi atas langkah Aftech dalam membuat kode etik. Menurutnya, hal ini merupakan satu dari dua modal dasar pembangunan fintech yang tidak dapat terpisahkan dari motor pembangunan Indonesia. "Poin pertamanya adalah regulasi yang dilanjutkan dengan kode etik," ujarnya.
Kehadiran kode etik mampu memberikan kontribusi peningkatan rasa percaya masyaraakt terhadap industri fintech di Indonesia. Dengan adanya kepercayaan diri tersebut, industri dapat semakin maju hingga memberi dampak signifikan terhadap pembangunan Indonesia.