EKBIS.CO, JAKARTA -- Dengan besaran tarif saat ini, tarif tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menunjukkan kestabilan di tengah fluktuasi perekonomian global yang tidak menentu. Pemerintah memastikan tidak ada kenaikan tarif listrik bagi pelanggan penerima subsidi sejak tahun 2017 hingga 2019 mendatang.
Hingga Juni 2018, tarif listrik Indonesia pun dinilai masih kompetitif bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara (negara-negara ASEAN). Data bulan Juni 2018 menunjukkan bahwa tarif tenaga listrik di Indonesia cukup bersaing bila dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Vietnam.
"Berdasarkan data yang kami himpun, kami pastikan bahwa selain kompetitif, tarif listrik di Indonesia juga paling stabil dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, Ahad (26/8)
Sebagaimana diketahui, besaran tarif rata-rata saat ini untuk pelanggan rumah tangga 450 VA sebesar Rp 415 per kWh, rumah tangga 900 VA tidak mampu sebesar Rp 586 per kWh, rumah tangga 900 VA mampu sebesar Rp 1.352 per kWh dan pelanggan non subsidi (tariff adjustment) sebesar Rp 1.467 per kWh.
Untuk tarif adjustment, tarif tenaga listrik di Indonesia bagi pengguna rumah tangga non subsidi ini dikonversikan sekitar 11 sen dolar AS per kWh, masih lebih murah dibanding tarif listrik rumah tangga di Thailand yang mencapai 12,41 sen dolar AS per kWh, Singapura 19,97 sen dolar AS per kWh, dan Filipina 18,67 sen dolar AS per kWh.
Untuk tenaga listrik konsumen bisnis menengah, tarif di Indonesia dan Thailand adalah 11 sen dolar AS per kWh, lebih rendah dibandingkan Malaysia (13,58 sen dolar AS per kWh), Singapura (14,30 sen dolar AS per kWh), Filipina (12,23 sen dolar AS per KWh) dan Vietnam (13,44 sen dolar AS per kWh).
Bahkan, untuk jenis pengguna bisnis besar, tarif tenaga listrik di Indonesia termasuk yang termurah se-ASEAN, yakni 8,36 sen dolar AS per kWh, bila dibandingkan konsumen kelas yang sama di Singapura yang mencapai 14,02 sen dolar AS per kWh, Vietnam 11,98 sen dolar AS per kWh, Thailand 11 sen dolar AS per kWh, Filipina 11,98 sen dolar AS per kWh, dan Malaysia 9,60 sen dolar AS per kWh.
Di samping itu, untuk jenis pengguna industri menengah, tarifnya di Indonesia dan Thailand sebesar 8,36 sen dolar AS per kWh, lebih murah daripada tarif di Singapura yang mencapai 13,05 sen dolar AS per kWh, Filipina 11,69 sen dolar AS per kWh. Tarif ini sama dengan besaran tarif tenaga listrik kelas yang sama di Thailand, namun berada sedikit di atas Malaysia yang tarifnya 8,29 sen dolar AS per kWh dan Vietnam 7,81 sen dolar AS per kWh.
Tarif tenaga listrik pengguna industri besar yang sebesar 7,47 sen dolar AS per kWh, hanya sedikit lebih tinggi dibanding Vietnam (7,41 sen dolar AS per kWh). Untuk kelas ini Singapura mematok tarif 12,72 sen dolar AS per kWh, Filipina (11,63 sen dolar AS per kWh), Thailand (8,36 sen dolar AS per kWh) dan Malaysia (7,76 sen dolar AS per kWh).
Lebih lanjut, Agung menjelaskan komitmen Pemerintah untuk menjaga tarif yang lebih kompetitif di tahun mendatang. "Coba bandingkan dengan negara lain. Pemerintahan mereka sudah beberapa kali menaikkan tarif listrik. Sementara, kami tidak ada perubahan tarif bahkan kami optimis akan menciptakan tarif yang lebih kompetitif bila program 35.000 MW berjalan sesuai target," tutur Agung.