EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia dan Korea Selatan berpotensi memperkuat kerja sama di bidang ekonomi, terutama peningkatan investasi sektor industri manufaktur.
Peluang kolaborasi kedua negara ini akan terealisasi dalam rangkaian agenda kunjungan kenegaraan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Negeri Ginseng pada Senin (10/9) dan Selasa (11/9). Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dijadwalkan akan ikut mendampingi.
Airlangga menjelaskan, lawatan tersebut sebagai kunjungan balasan Presiden Korsel Moon Jae–in ke Indonesia pada tahun 2017 lalu. "Saat itu, Pemerintah Indonesia dan Korsel telah sepakat membuat payung kerja sama dalam upaya mempercepat pengembangan sektor industri potensial di antara kedua negara," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (7/9).
Menurut Airlangga, komitmen bilateral sudah ditandai melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang dilakukan olehnya bersama Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korsel Paik Un-gyu pada 2017. Langah sinergi meliputi kebijakan industri, peningkatan investasi, dan transfer teknologi yang diharapkan mampu mendorong perekonomian kedua negara.
Sementara itu, kemitraan strategis RI-Korsel yang segera diakselerasi adalah pengembangan industri manufaktur guna memacu daya saing dan produktivitasnya. Beberapa sektor potensial itu di antaranya industri logam, otomotif, kimia, perkapalan, elektronik, serta industri kecil dan menengah.
Sebagian sektor manufaktur tersebut merupakan prioritas di roadmap Making Indonesia 4.0, yang akan menjadi pionir dalam mengimplementasikan revolusi industri 4.0 di Tanah Air. "Diharapkan, adanya kerja sama perusahaan RI-Korsel dapat memperdalam struktur industri manufaktur nasional," ujar Airlangga.
Airlangga menambahkan, pemerintah aktif mendorong realisasi investasi dari para pelaku industri Korsel yang telah berkomitmen ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Misalnya, Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar 3,5 miliar dolar AS di Cilegon, Banten untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak dua juta ton per tahun.
Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain, sehingga nantinya kita tidak perlu lagi impor. Rencananya, proyek ini akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 9.000 orang.
Invetasi manufaktur lain dari Korsel yang menunjukkan kemajuan baik adalah Pohang Iron Steel Company (Posco). Perusahaan ini bekerja sama dengan PT Krakatau Steel Tbk untuk mengembangkan lini baru produk baja melalui anak usahanya, PT Krakatau Posco. Keduanya akan bekerja sama membangun pabrik penghasil cold rolling mill, karena pemakainya banyak dari Jepang seperti sektor otomotif. "Target tahun 2019 sudah dimulai," tutur Airlangga.
RI-Korsel pun berkomitmen untuk mendukung aktivitas dan pengembangan IKM yang merupakn sektor berpotensi dalam menggerakkan perekonomian nasional. Upaya yang telah diakukan adalah kerja sama di sektor industri kreatif. Di antaranya melalui kegiatan Korean Creative Content Agency di Jakarta.
Nilai investasi Korsel terus meningkat sampai menempati peringkat keempat terbesar di Indonesia. Hingga pertengahan tahun ini, nilainya telah mencapai 1,15 miliar dolar AS, sementara tahun 2017 sebesar 2,2 miliar dolar AS. Sedangkan, neraca perdagangan Indonesia dengan Korsel sepanjang tahun lalu mengalami surplus sebesar 78 juta dolar AS dari total nilai perdagangan yang mencapai 16 miliar dolar AS.