EKBIS.CO, SURABAYA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mewisuda 90 peserta program Akademi Desa 4.0 di Universitas UPN Surabaya, Selasa (18/9). Eko mengungkapkan, prosesi wisuda yang digelar merupakan yang pertama kali, setelah Kemendes meluncurkan program Akademi Desa 4.0 pada Mei 2018.
Para peserta yang diwisuda tersebut, dipastikan telah lulus sertifikasi profesi dan peningkatan kualitas lembaga-lembaga pelatihan pembangunan desa melalui akreditasi. Para peserta yang diwisuda berasal dari tiga daerah yakni Yogyakarta, Bali, dan Papua.
"Saya berharap ilmu yang didapat bisa diterapkan di desa, jangka pendeknya membantu desa. Jangka penjangnya, mereka punya keberabian menjadi pengusaha di desa-desa," kata Eko saat ditemui seusai prosesi wisuda.
Eko menjelaskan, diluncurkannya program Akademi Desa 4.0 karena desa-desa di Indonesia perlu pendampingan untuk bisa maju. Apalagi latar belakang pendidikan masyarakat desa banyak yang berbeda-beda dan bahkan sebagian, dalam banyak hal masih tertinggal. Karena itu agar seluruh masyarakat desa bisa maju, mereka memerlukan pendampingan.
Eko melanjutkan, sebenarnya Kemendes sebelumnya juga telah melakukan upaya melalui program pendamping desa. Namun, selain menghabiskan biaya yang cukup malah, program tersebut dirasanya masih belum efektif.
"Makanya kita membentuk Akademi Desa 4.0. Dengan ini proses belajar mengajarnya bisa virtual jadi materinya kita blasting melalui internet, terus pelajaran-pelajarannya bisa melalui portal online yang ada yang kita bisa pakai," ujar Eko.
Eko berharap, dengan cara demikian masyarakat bisa belajar kapan saja, di mana saja, dan bahkan bisa lebih efektif. Setelah mengikuti proses belajar mengajar tersebut, para peserta program Akademi Desa 4.0 setiap 6 bulan digelar proses sertifikasi dan wisuda.
Ketua Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides) yang sekaligus Rektor ITB Kadarsah Suryadi menambahkan, materi yang dibeeikan kepada para peserta Akademi Desa 4.0 difokuskan kepada apa yang dibutuhkan di desa setempat. Artinya, tidak ada materi tunggal, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa.
"Contohnya yang di Bali itu, bagaimana membudidayakan ikan yang tadinya kena persepsi cacing sampai sekarang harus bisa bangkit kombali. Teknologinya sepeti apa, bagaimana ikan itu dibikin krispi, kering sehingga terbebas dari bakteri. Demikian daerah lain disesuaikan dengan kebutuhannya," kata Kadarsah.
Kadarsah melanjutkan, dalam upaya tersebut, perguruan tinggi memiliki beberapa peran. Salah satu peran adalah menyiapkan bahan ajar untuk para peserya Akademi Desa 4.0. Perguruan tinggi juga berperan dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat untuk menggunakan teknologi tepat guna.
"Ketiga lewat KKN para mahasiswa. Supaya mahasiswa sejak dini mengenal terkait permasalahan desa. Kita juga ikut menyiapkan para pelatih, yang berikutnya bisa jadi ikut pendampingan di lapangan," ujar Kadaersah.
Kadarsah mengaku, saat ini sudah ada seratusan perguruan tinggi yang terlibat dalam program Akademi Desa 4.0 tersebut. Perguruan tinggi yang terlibat terdiri dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Terkait angkatan selanjutnya para peserta Akademi Desa 4.0, menurutnya baru akan dibuka pada akhir tahun 2018.
"Masyarakat desa yang mau ikut bisa daftar online. Di kemendes ada seleksinya. Lalu di balai pelatihan, kan kita punya balai pelatihan, di situ bisa daftar juga," kata Kadarsah.