EKBIS.CO, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2018 sebesar 5,1 persen.
"Artinya memang terjadi siklus penurunan dari triwulan II-2018 yang sebesar 5,27 persen. Ketika itu ada THR PNS, dan tidak terjadi lagi sekarang," kata Bhima ditemui di Gedung Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta, Rabu (26/9).
Ia menilai konsumsi masyarakat secara umum pada kuartal III-2018 mendapatkan banyak tantangan karena harga sejumlah bahan pokok naik pasca-Lebaran, misalnya telur dan ayam potong. Di sisi lain, komponen belanja pemerintah diproyeksikan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018, misalnya dengan bantuan sosial dan subsidi yang naik berkontribusi menjaga konsumsi.
Bhima juga memandang kondisi pelemahan rupiah turut memberikan kontraksi negatif ke pertumbuhan ekonomi. Pelemahan nilai tukar menyebabkan industri manufaktur harus efisiensi dengan menunda pembelian mesin-mesin baru untuk ekspansi usaha mengingat pembeliannya menggunakan dolar.
Kemudian, tekanan suku bunga juga terlihat di beberapa bunga kredit perbankan. Bunga kredit yang naik cenderung membuat pelaku usaha menahan ekspansi.
"Yang kurang bagus adalah ekspor karena sudah terkena proteksi dagang. Ekspor sawit dan karet jeblok, di sisi lain impor cukup tinggi terutama migas dan beberapa bahan dasar untuk proyek infrastruktur," ujar Bhima.
Dia juga beranggapan bahwa kontribusi investasi pada pertumbuhan kuartal III-2018 lebih kecil dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. Padahal, investasi selama ini diharapkan bisa menggerakkan sektor produktif.
"Ini lebih karena faktor politik, investor menahan diri dan secara global ada tren kenaikan suku bunga the Fed sehingga untuk investasi jangka panjang masih wait and see," ujar Bhima.