EKBIS.CO, JAKARTA – Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri menjelaskan, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina telah memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia. Pengenaan biaya tarif yang dilakukan kedua negara memberi kesempatan produk Indonesia untuk ekspor lebih banyak.
Kasan menjelaskan, setelah diterapkan pengenaan bea masuk impor yang tinggi terhadap produk-produk AS oleh Cina sejak Agustus 2018, diperkirakan telah meningkatkan akses pasar produk Indonesia di pasar Cina pada bulan Agustus 2018. "Paling besar terjadi pada data processing machines part yang naik 526,2 persen secara year on year (YOY)," ucapnya kepada Republika, kemarin.
Produk Indonesia lain yang mengalami peningkatan ekspor ke Cina adalah suku cadang dan aksesoris traktor maupun kendaraan bermotor untuk transportasi 10 orang atau lebih. Peningkatannya mencapai 436,5 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Sementara produk shelf-adhesive plates, sheets, dan film turut naik hingga 430,8 persen. Kasan menjelaskan, tiga produk tersebut memiliki persentase kenaikan paling tinggi.
Untuk produk lainnya, cenderung lebih kecil. Di antaranya produk food preparation yang naik 49 persen, engine parts meningkat 51,1 persen dan static converters naik 59,3 persen.
Kasan menuturkan, kenaikan ekspor pada seluruh produk di atas dapat disebabkan berbagai kemungkinan. Tapi, merujuk pada periode waktunya, perang dagang memiliki keterkaitan paling besar.
"Sebab, lonjakannya di luar kondisi normal seperti awal tahun maupun dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu," tuturnya.
Sementara itu, untuk akses pasar produk Indonesia di pasar Amerika juga mengalami peningkatan pada periode Juni hingga Agustus 2018 dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. Ini kemungkinan disebabkan pengenaan bea masuk impor yang tinggi terhadap produk-produk Cina oleh AS sejak 15 Juni 2018
Kenaikkan paling besar utamanya dirasakan pada produk pesawat dan bagiannya yang mencapai 815,2 persen. Sementara itu, komponen electronic integrated circuits naik 414,3 persen dan reception and transmission apparatus meningkat naik 208 persen.
Kasan menilai, perang tarif antara Amerika dan Cina akan menyebabkan nilai ekspor kedua negara turun. Sementara ekspor Amerika ke Cina turun 7,9 miliar dolar AS, nilai ekspor Cina ke Amerika diperkirakan turun 5,3 miliar dolar AS.
Kasan menyebutkan, salah satu komoditas yang berpotensi untuk diekspor Indonesia ke Cina adalah buah-buahan. Selama ini, ekspor komoditas ini ke Cina hanya sebesar 90,9 juta dolar AS atau sekitar 1,43 persen.
"Untuk Amerika ke Cina sudah 755,1 juta dolar AS, sekitar 12 persen," ucapnya.
Sementara itu, untuk ke pasar Amerika, Indonesia berpotensi mengekspor komoditas besi dan baja. Sebab, ekspor besi dan baja Indonesia ke Amerika saat ini masih nol.
Sedangkan, Cina telah mengekspor sampai 3,2 juta dolar AS atau menempati 2,65 persen dari total ekspor besi dan baja ke Amerika.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan, peluang dari perang dagang AS dengan Cina sudah dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah dan eksportir. Tapi, Bhima mengingatkan agar pemerintah terus memperkuat diplomasi dagang secara bilateral dengan kedua negara. Tujuanya agar peluang ini tidak bersifat sementara.
Banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ekspor. Di antaranya, memberikan insentif fiskal untuk sektor atau industri yang berorientasi ekspor.
Tidak kalah penting, Bhima menambahkan, pemerintah juga harus memperkuat hilirisasi industri agar barang yang diekspor memiliki nilai tambah lebih besar. "Selain itu, sebaiknya kita memperluas pasar ekspor alternatif. Utamanya, ke Asia Tengah, Afrika dan Eropa Timur," ucapnya.