Kamis 01 Nov 2018 16:38 WIB

Kadin Sebut Kenaikan UMP 2019 Patut Disambut Baik

UMP 2019 menggunakan formula upah minimum tahun berjalan ditambah inflasi dan PDB

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani.

EKBIS.CO, NUSA DUA – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menjelaskan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2019 merupakan hal yang patut disambut baik. Sebab, kenaikan yang mencapai 8,03 persen tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah ada formula dalam pengupahan. Dampaknya, pengusaha semakin pasti menghadapi kenaikan upah.

Rosan menjelaskan, dengan formula ini, pengusaha juga kian mudah dalam membuat perencanaan bisnis ke depannya. Dunia usaha tidak akan lagi menghadapi kenaikan upah secara tiba-tiba dengan jumlah besar hingga 20 persen. "Jadi, untuk pengusaha, ini adalah hal yang baik," tuturnya ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (1/11).

Berdasarkan surat nomor 8.240/M-Naker/PHISSK-UPAH/X/2018, penetapan UMP dan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) tahun 2019 menggunakan formula berupa upah minimum tahun berjalan ditambah inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Poin terakhir dihitung dari pertumbuhan domestik bruto yang mencakup periode kuartal ketiga dan keempat tahun sebelumnya dan periode kuartal kedua tahun berjalan.

Dengan formula tersebut, pengusaha kini mampu memperkirakan kenaikan UMP di tahun-tahun mendatang. Rosan menyebutkan, perkiraan kenaikan adalah kisaran antara delapan hingga sembilan persen. “Teman-teman pengusaha akan mengantisipasinya,” ujarnya.

Meski demikian, Rosan memberi catatan, bahwa kenaikan UMP juga harus dibarengi peningkatan produktivitas pekerja. Menurutnya, selama ini produktivitas pekerja Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Terlepas dari itu, Rosan tetap mengingatkan kepada tenaga kerja untuk memperhatikan tingkat produktivitas. Sebab, poin ini akan menjadi indicator penting bagi dunia usaha Indonesia dari kacamata investor luar negeri.

"Jangan sampai nantinya kesenjangan produktivitas dengan biaya pengeluaran justru semakin melebar," ucapnya.

Apabila produktivitas tidak diperhatikan, Rosan cemas, image usaha Indonesia dipandang sebelah mata oleh pengusaha internasional. Apalagi, kini produktivitas Indonesia masih tertinggal dibandingkan beberapa Negara di ASEAN.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, kenaikan UMP 8,03 persen pada 2019 terbilang memberatkan untuk pengusaha. "Tapi, kami tetap akan berkomitmen pada ketentuan (pengupahan) ini," ucapnya.

Keberatan itu mengingat kondisi nilai tukar rupiah yang masih lemah terhadap dolar. Di samping formula UMP, Shinta berharap pemerintah memberikan upaya baru dalam penguatan rupiah. Misalnya, mendorong penggunaan valas selain mata uang dolar AS untuk transaksi perdagangan di kalangan pengusaha.

Apabila tidak segera diperhatikan, Shinta cemas kepercayaan dunia usaha internasional terhadap Indonesia dapat berkurang. Apalagi, pada bulan depan, Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan meningkatkan suku bunga.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan UMP 8,03 persen melalui surat edaran tertanggal 15 Oktober. Atas surat ini, sejumlah pemerintah daerah telah mengumumkan nominal UMP terbaru di daerah masing-masing. Di antaranya, DKI Jakarta yang naik dari Rp 3.648.035 menjadi Rp 3.940.973.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement