Selasa 06 Nov 2018 19:48 WIB

Pemerintah Diminta Maksimalkan BLK untuk Tekan Pengangguran

BLK harus difokuskan kepada konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ratusan pencari kerja melihat informasi lowongan kerja pada acara Mega Career Expo 2018 yang digelar di Gedung Smesco, Jakarta, Sabtu (7/7).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Ratusan pencari kerja melihat informasi lowongan kerja pada acara Mega Career Expo 2018 yang digelar di Gedung Smesco, Jakarta, Sabtu (7/7).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Ekonom Lana Soelistianingsih menjelaskan, kunci untuk menekan jumlah pengangguran di Indonesia adalah memaksimalkan fungsi Balai Latihan Kerja (BLK). Melalui lembaga ini, masyarakat dapat menambah kemampuan dan merambah pekerjaan di sektor informal.

Lana menjelaskan, selama ini, fungsi BLK belum berjalan secara maksimal. Dibutuhkan program dan kompetensi yang lebih beragam, tapi tetap mengena pada kebutuhan industri masa kini. "Misalnya di sektor otomotif yang menjadi prioritas pemerintah atau IT (informasi dan teknologi)," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/11). 

Baca Juga

Lana mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) harus memaksimalkan peran BLK termasuk dengan konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK). Konsep itu memungkinkan balai-balai pelatihan kerja berperan langsung, sehingga mampu menjadi alternatif dalam menjawab tantangan ketenagakerjaan global yang semakin kompetitif. 

Lana menilai, sektor jasa kemasyarakatan menjadi sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Sektor ini berhubungan erat dengan dana desa yang mencapai lebih Rp 180 triliun selama empat tahun terakhir, sehingga mampu menyerap tenaga kerja informal pada level pedesaan. 

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), secara keseluruhan, tingkat pengangguran terbuka menurut daerah sebesar 5,34 persen pada Agustus 2018. Jumlah ini turun 0,16 persen dibandingkan posisi Agustus 2017 yang sebesar 5,50 persen.

BPS mencatat, tingkat pengangguran terbuka tertinggi menurut pendidikan berasal dari jenjang pendidikan SMK sebesar 11,24 persen. Sementara itu, tingkat pengangguran terendah sebesar 2,43 persen terdapat pada penduduk berpendidikan sekolah dasar (SD) ke bawah.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai, program vokasi dan link and match yang digagas pemerintah sejak dua tahun terakhir membutuhkan waktu untuk menampilkan hasil efektif. Ini yang menyebabkan tingkat pengangguran dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tinggi, yakni 11,24 persen berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Senin (5/11). 

Airlangga menjelaskan, tingginya tingkat pengangguran dari lulusan SMK disebabkan mereka belum masuk dalam program vokasi maupun link and match yang dicanangkan pemerintah pada 2016. “Program baru efektif dua tahun, jadi belum semua anak SMK masuk dalam program ini," tuturnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (6/11).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement