EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan ada lima ciri yang membuat perusahaan financial technology (fintech) dinyatakan ilegal. Pertama, pengelola direksi sengaja menyamarkan identitas diri dan alamatnya.
"Dengan begitu kalau seseorang ingin melaporkan atau menyampaikan gugatan ke polisi untuk mencari alamat orang ini. Maka tidak akan pernah ketemu, jadi sejak awal mereka dirikan fintech lending ilegal ini memang sudah diniatkan menyamarkan segala identitasnya," jelas Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi saat ditemui wartawan di Wisma Mulia 2, Selasa (13/11).
Ciri kedua, kata dia, fintech ilegal sangat mudah memberikan pinjaman. Tanpa banyak persyaratan, setelah calon nasabah mengisi formulir pengajuan pinjaman, uang akan langsung dicairkan.
"Lalu, kalau Anda nggak bayar akan diteror. Kalau fintech lending tidak semudah itu mencairkan pinjaman. Saat Anda ajukan, Anda akan ditanya kerja di mana, slip gaji berapa, kerja apa, dan lainnya," kata Hendrikus.
Ciri ketiga, ia menuturkan, fintech ilegal membebankan bunga hitungannya per hari dan diakumulasi tanpa batas. Sedangkan, kalau legal ada batasnya 90 hari serta 100 persen.
Ciri keempat, Hendrikus menjelaskan, fintech ilegal mengakses data phonebook juga data-data pribadi, sehingga saat gagal bayar, itu digunakan untuk meneror. "Ketika Anda merasa diteror, Anda melapor ke polisi lalu susah mencari pelaku fintech ilegal ini karena alamatnya nggak jelas," katanya.
Ciri terakhir yakni, fintech ilegal menggunakan data di phonebook untuk meneror. Sedangkan, fintech legal dilarang mengakses phonebook atau gambar-gambar pribadi dengan alasan hukum. Selain itu, kata dia, saat menagih, fintech legal memiliki code of conduct, di antaranya, hanya boleh pada jam kerja, tidak boleh pula pada tengah malam.
"Kalau publik sudah tahu bahaya ancaman dari fintech lending ilegal dan masih juga menggunakannya maka siapa yang salah dalam hal ini? Setelah kami diskusi dengan beberapa pihak yang mengaku korban fintech lending ini, setelah kami teliti rata-rata mereka meminjamnya lebih dari 10 kali, bahkan ke 19 fintech ilegal yang mereka pinjam dan ngemplang," ujar Hendrikus.
Pada kesempatan tersebut, Hendrikus menyebutkan, total dana yang telah disalurkan seluruh fintech P2P lending saat ini sekitar Rp 18 triliun sampai Rp 20 triliun ke seluruh pelosok Indonesia. Sementara penggunanya sudah mencapai dua sampai tiga juta.
"Jumlah transaksi sudah sebanyak enam juta kali. Artinya, setiap orang melakukan transaksi sebanyak dua kali. NPL-nya (Nonperforming Loan) pun terjaga sebesar dua persen," katanya.