EKBIS.CO, JAKARTA -- Perbankan memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri dalam meluncurkan teknologi pembayaran Quick Response Code atau QR Code. Regulasi yang masih dibuat oleh Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) belum juga rampung.
Wakil Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Rico Usthavia Frans menyampaikan regulasi masih dalam pembahasan. "Masih dalam proses diskusi," katanya pada Republika, Ahad (2/12). Ia tidak menjelaskan lebih lanjut.
Perusahaan penyedia aplikasi financial technology (fintech) telah melenggang duluan menikmati pasar teknologi ini. Sebut saja Go-Pay, Ovo, Yap!, Pay by QR Doku sedang giat promosi dengan berbagai macam diskon.
Direktur PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan bank Mandiri juga telah siap dengan teknologi ini. Ia mengemukakan juga gagasan yang sedang berkembang di kalangan bank-bank milik negara yakni QR Code Himbara (himpunan bank-bank milik negara). Nantinya, teknologi tersebut bisa diakses oleh bank-bank BUMN.
"Kita liat QR ini memberi kemudahan dengan tools-nya. Harapannya ini kita mau bangun QR Himbara yang nanti bisa akomodasi semua penabung atau nasabah dari bank Himbara," kata pria yang akrab disapa Tiko ini beberapa waktu lalu.
Terkait regulasi yang akan dicanangkan BI dan ASPI, Tiko memberi sinyal akan bergerak duluan karena kajian mereka masih butuh waktu. Ia menyebut kemungkinan meluncur pada awal 2019. Tinggal nanti Himbara akan melihat kemungkinan penyesuaiannya.
"Kebetulan dari ASPI, saya dewan pengawas juga, ini masih kita kaji lagi. Memang ada beberapa pendapat ya, di fintek masih ada yang inginnya tidak distandardisasi nasional, kita sedang diskusikan pro dan kontranya," kata dia.
Tiko menilai saat ini intinya adalah bagaimana menghidupkan ekosistem dulu. Kuncinya ada pada perluasan merchant-merchant dan memastikan kenyamanan mereka pada sistem ini. Dari pengalaman saat ini bisa dipetik pelajaran.
Ia merujuk pada ketentuan bahwa QR Code hanya sebagai alat yang bisa diakses oleh semua pihak baik fintek maupun perbankan. Alat QR Code ini diharapkan bisa digunakan secara universal.
"Jika banyak nanti merchant bingung, jadi arahnya intergrasi cuma masalah teknis dan sebaiknya kapan distandardisasi," katanya. Terkait QR Himbara, Tiko mengatakan proses menggodok konsepnya akan ditempatkan ke satu perusahaan yang terpisah dari bank.
Direktur Teknologi Informasi dan Operasional PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, Indra Utoyo juga sepakat bahwa pada akhirnya QR Code perlu distandardisasi. Jadi satu QR Code bisa dipindai atau dibaca oleh semua jaringan. Saat ini BRI ikut pada regulasi yang sedang dikembangkan Bank Indonesia.
BRI juga sudah melakukan uji coba dengan pihak Telkom. "Jadi gambarannya QRnya satu saja nanti bisa saling baca, jangan seperti e-toll, banyak. Beda-beda jadi banyak, nanti rugi semua, yang seneng vendor," kata dia pada kesempatan yang sama.
Ia mengatakan dalam regulasi BI belum diatur terkait penerapan harga. Seperti di fintech ada penerapan harga dari 1 hingga 1,5 persen atau gratis. Ia menilai pricing sebaiknya tidak diatur sehingga berdasar pada kesepakatan bisnis.
Perbankan swasta, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BCA) pun telah meluncur dengan layanan QR Code dalam aplikasi besutannya, SakuKu. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menilai standardisasi secepatnya akan semain baik. Sehingga tidak terlalu ketinggalan dengan fintek.
Ia mengatakan untuk munculnya standarisasi maka perlu sinergi dan integrasi semua pihak. "Jadi paling tidak awa tahun depan seharusnya sudah ada, isinya penggabungan QR Code yang bisa diterima semua," katanya.
Meski demikian, Jahja menggarisbawahi bahwa regulator perlu membangun kebiasaan untuk membiasakan pembayaran jenis ini. Masyarakat di kota besar akan lebih mudah menyerap teknologi. Namun untuk masyarakat di kota kecil tentu akan butuh upaya lebih keras dan waktu lebih lama.