EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai industri manufaktur perlu ditetapkan menjadi prioritas utama pembangunan. Menurut Faisal, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada iklim ekonomi global. Sementara, dari dalam negeri belum ada sumber pertumbuhan yang kuat untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Seharusnya industri manufaktur itu jadi prioritas utama. Semua kebijakan pemerintah lintas kementerian itu harus mengacu kepada upaya untuk memacu pertumbuhan manufaktur lebih tinggi," kata Faisal ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (30/12).
Menurut Faisal, saat ini tugas tersebut hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian. Padahal, ujarnya, untuk mendorong industri manufaktur diperlukan kerja lintas kementerian. Sehingga, dia menyarankan pemerintah bisa memberikan arah kebijakan yang jelas guna mendorong industri manufaktur dan dapat diikuti seluruh elemen kementerian.
"Sekarang ini kita jelas melihat prioritas kebijakan Presiden Joko Widodo di infrastruktur, begitu juga dengan alokasi anggarannya. Kalau manufaktur itu belum jelas apakah ini prioritas atau tidak," kata Faisal.
Dia juga menyoroti investasi yang cenderung lesu ke sektor manufaktur. Dia mengatakan, investasi saat ini lebih banyak mengarah ke sektor jasa dan pertambangan.
"Artinya iklim investasi di sektor manufaktur masih belum menarik bagi investor," kata dia.
Seperti diketahui, manufaktur saat ini mengalami tren penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), porsi manufaktur dalam PDB kuartal III 2018 adalah sebesar 19,66 persen. Angka itu turun dibandingkan porsi manufaktur dalam PDB kuartal II 2018 yang sebesar 19,8 persen dan PDB kuartal III 2017 yang sebesar 19,93 persen.
Pertumbuhan industri manufaktur nonmigas pada kuartal III 2018 mencapai 5,01 persen (yoy). Angka pertumbuhan itu lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada kuartal II 2018 yang sebesar 4,27 persen (yoy). Namun, itu masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal III 2017 yang sebesar 5,46 persen.
Baca juga, Tekanan Global, PE Tahun Depan Diperkirakan Hanya 5,1 Persen