EKBIS.CO, LONDON -- Aktivitas industri manufaktur di Eropa dan Asia pada Desember melemah. Hal ini seiring dengan adanya perang dagang AS-Cina dan perlambatan permintaan.
Rangkaian Purchasing Manager Index (PMI) untuk Desember yang dirilis pada Rabu (2/1) menunjukkan perlambatan manufaktur tersebut. Di Cina, PMI IHS Markit/Caixin terjerumus dalam area kontraksi untuk pertama kali dalam 19 bulan.
"Kami benar-benar melihat akan ada perlambatan global pada tahun ini. Untuk di Asia, negara-negara yang mengandalkan ekspor akan terpukul," kata Analis Asia ANZ Irene Cheung seperti dilansir dari Reuters, Rabu (2/1).
Aktivitas manufaktur di zona Euro juga hanya berkembang tipis di akhir 2018. Survey PMI sebelumnya menunjukkan Italia dan Perancis masih berada dalam keadaan kontraksi. Sementara, pertumbuhan manufaktur di Jerman dan Spanyol menunjukkan keadaan moderat.
Sementara, pabrik-pabrik di Inggris memilih untuk memenuhi pasokan kebutuhan bahan baku sebagai bentuk persiapan jelang Brexit. Untuk diketahui, Inggris akan meninggalkan Uni Eropa dalam waktu kurang dari tiga bulan. Hal ini kemudian membuat PMI manufaktur Inggris melejit ke level tertinggi dalam enam bulan.
Pelemahan ekonomi Cina memberikan dampak pada sejumlah negara di Asia. Manufaktur Malaysia melambat ke titik terlemahnya sejak survei dilakukan pada 2012. Taiwan juga jatuh ke titik terlemah sejak September 2015.
Singapura juga memproyeksikan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2018 lantaran kontraksi manufaktur. PMI Indonesia, walaupun masih cukup lemah, menunjukkan peningkatan. Sementara, India menunjukkan penurunan PMI namun berhasil membukukan pertumbuhan manufaktur terkuat sejak akhir 2012.
Dengan pertumbuhan yang melambat dan inflasi berada di bawah atau berada dalam kisaran target di banyak negara, bank sentral di Asia diprediksi tidak akan melanjutkan tren pengetatan tahun ini.