Kamis 03 Jan 2019 17:20 WIB

Industri Manufaktur Masih Berhasrat Tingkatkan Produktivitas

Kemenperin memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,4 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pelepasan Ekspor Manufaktur. Kapal kontainer ukuran raksasa CMA CGM mengisi muatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5).
Foto: Republika/ Wihdan
Pelepasan Ekspor Manufaktur. Kapal kontainer ukuran raksasa CMA CGM mengisi muatan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/5).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Rata-rata indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) sepanjang 2018 berada pada level di atas 50 atau menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, hal ini menunjukkan, industri manufaktur di Indonesia masih memperlihatkan hasrat untuk terus meningkatkan produktivitas dan perluasan usaha guna dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Airlangga mengatakan, capaian tersebut menunjukkan, para investor di sektor industri melihat bahwa Indonesia telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru. "Upaya ini sejalan dengan tekad pemerintah menciptakan iklim usaha yang semakin kondusif," katanya melalui siaran pers, Kamis (3/1).

Berdasarkan laporan Nikkei, PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2018 menempati posisi angka 51,2 atau naik dari perolehan bulan November yang bertengger di peringkat 50,4. PMI Manufaktur Indonesia pada pengujung 2018 juga menjadi posisi tertinggi dibanding tiga bulan sebelumnya. Kinerja positif itu antara lain didorong karena lonjakan permintaan domestik dan pertumbuhan lapangan kerja.

Di level Asia Tenggara, geliat industri di Indonesia lebih baik dibanding dengan Thailand, Malaysia dan Singapura. Sementara itu, PMI manufaktur Asean terpantau berada di posisi 50,3 pada Desember 2018 atau melambat dibanding capaian bulan sebelumnya di tingkat 50,4.

PMI ini merupakan hasil survei bulanan yang menggunakan data respons para manajer di bidang pembelian yang berasal dari 300 perusahaan manufaktur berbagai sektor. Termasuk di antaranya industri logam dasar, kimia dan plastik, tekstil dan pakaian, serta makanan dan minuman.

Airlangga menjelaskan, kenaikan indeks manufaktur pada akhir tahun 2018 juga dinilai sebagai penegasan bahwa pelaku industri manufaktur di Indonesia semakin percaya diri untuk lebih ekspansif pada tahun 2019. "Memasuki tahun politik, kita harus lebih optimistis, termasuk kepada para pelaku industri, supaya bisa mengambil peluang," ujarnya.

Menurut Airlangga, pemerintah terus berupaya memacu pengembangan industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global. Hal ini seiring pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0.

Selain itu, pemerintah berkomitmen mengoptimalkan produktivitas, terutama industri yang berorientasi ekspor. "Saat ini, kebijakan makro tetap terjaga, dengan komitmen pemerintah melaksanakan paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan," kata Airlangga.

Pada tahun ini, Kemenperin memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,4 persen. Subsektor yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman, industri permesinan, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang elektronika.

Investasi di industri manufaktur pun diyakini dapat meningkat pada tahun ini. Sebab, pemerintah telah merilis aturan terkait dengan tax holiday yang mencakup lebih banyak sektor, yaitu melalui PMK 150/2018 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Selain itu, kepastian untuk mendapatkan insentif tersebut juga lebih jelas dengan adanya online single submission (OSS).

Artinya, Airlangga menjelaskan, investor tidak perlu lagi menunggu, bahwa kondisi ekonomi dan politik Indonesia dinilai stabil. "Nah, ini kesempatan Indonesia untuk terus memacu investasi, ekspor, dan pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor industri," tuturnya.

Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw menyampaikan, pertumbuhan aktivitas manufaktur Indonesia pada Desember 2018 merupakan sinyal positif dan menjadi indikator yang baik untuk menyongsong tahun 2019. "Survei tersebut menunjukkan adanya tanda-tanda penguatan kondisi permintaan baru meningkat, terutama didorong oleh pasar domestik," ujarnya.

Bernard menjelaskan, hasil survei itu mengindikasikan kondisi yang lebih baik pada tahun ini karena para pabrikan akan memperluas kapasitas produksinya. Hal ini seiring dengan peningkatan penjualan dan diikuti oleh serapan tenaga kerja. Adapun, indikator lainnya adalah peningkatan kepercayaan diri para pelaku bisnis. Lebih dari 45 persen responden memproyeksikan produksi yang lebih baik dalam satu tahun ke depan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement