EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga daging ayam dan telur ayam diprediksi akan kembali normal di angka Rp 24 ribu per kilogram (kg). Kenaikan yang terjadi saat ini bukan karena adanya masalah jagung sebagai bahan baku pakan ternak.
"Saya kira harga telur akan segera turun karena masalah jagung sudah terselesaikan di peternak layer dengan harga Rp 4 ribu per kg," ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita dalam acara Bicang Asik Pertanian Indonesia (Bakpia) di Gedung Pusat Informasi Agribisnis (PIA) Kementan, Selasa (8/1).
Ia menjelaskan, impor jagung sesuai keputusan Rakortas sebesar 100 ribu ton akan 100 persen masuk pada bulan ini. Pengiriman dilakukan bertahap guna menjaga para petani jagung.
Pemerintah tidak ingin membuat petani jagung kecewa dengan masuknya jagung impor saat panen.
Terkait dengan harga yang naik tersebut, diakui Ketut dipengaruhi oleh permintaan yang biasanya terjadi pada bulan tertentu seperti Desember yang bertepatan dengan Natal dan Tahun Baru. "Tergantung dari bulan permintaan yang sepi atau ramai. Itu mekanisme pasar yang jalan," ujar dia.
Apalagi, sambung dia, telur merupakan benda yang tidak bisa disimpan lebih dari sepekan. Itu artinya penyebab kenaikan harga bukan karena rendahnya produksi daging ayam maupun telur ayam.
Selama lima tahun terakhir bahkan terjadi peningkatan unggas rata-rata di atas lima persen khususnya untuk ayam ras pedaging dan ras petelur. Peningkatan ini dipengaruhi oleh besarnya investasi di bidang perunggasan sebesar 70 sampai 80 persen dari total investasi sub sektor peternakan.
Ia menambahkan, sejak 2018 telah melakukan terobosan peningkatan ekspor ke beberapa negara untuk unggas, di antaranya ke Myanmar, Papua Nugini dan Jepang. Pada 2018, pemerintah juga sudah melakukan ekspor daging ayam olahan, day old chick (DOC) atau anak ayam umur sehari dan pakan ternak.
Selain itu, Kementan memanfaatkan potensi ekspor ke negara ASEAN dan Timur Tengah, terutama komoditas kambing dan domba. Indonesia pun sukses melakukan ekspor perdana ke Malaysia sebanyak 2.500 ekor kambing dan domba.
Peluang pasar untuk komoditas peternakan di pasar global masih sangat terbuka. Adanya permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia sangat berpotensi untuk dilakukan penjajakan.
Halal menjadi keunggulan Indonesia yang juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke negara dengan penduduk mayoritas muslim lainnya. "Termasuk dukungan terhadap pengembangan pariwisata halal yang secara internasional mulai berkembang pesat dewasa ini," kata dia.
Namun masalah kesehatan hewan, serta mutu dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan dalam menembus pasar global. Untuk memanfaatkan peluang ekspor, perlu adanya dukungan dari seluruh stakeholder terkait, terutama dalam penerapan standar-standar internasional mulai dari hulu ke hilir untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing.
Status kesehatan hewan diakui Ketut menjadi kunci utama untuk membuka peluang ekspor ke negara lain. Kementan melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, secara konsisten mengembangkan dan memastikan updatenya informasi terkait jaminan kesehatan hewan, serta mutu dan keamanan pangan untuk produk yang akan di ekspor guna menembus dan memperlancar hambatan/barier lalu lintas perdagangan.
Ditjen PKH terus menerus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem biosecurity, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 165 titik dan 18 titik masih dalam proses sertifikasi. Kementan terus mendesain kegiatan tersebut agar peternak lokal dapat menerapkannya.
"Karena kompartemen-kompartemen yang dibangun oleh Indonesia ini dapat diakui oleh negara lain, dengan terbentuknya kompartemen-kompartemen, maka Indonesia dapat ekspor, terus ekspor dan ekspor lagi," lanjut dia.