EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebutkan, peluang kurs rupiah untuk terus menguat terbuka. BI menilai kurs rupiah yang pada Kamis ditutup ke posisi Rp 14.052 per dolar AS masih terlalu murah (undervalue).
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah di Jakarta, mengatakan jika dilihat dari kondisi fundamental ekonomi domestik saat ini, kurs rupiah seharusnya terus menguat dalam beberapa waktu ke depan. Namun, dia mengisyaratkan penguatan rupiah dalam waktu ke depan akan berjalan lebih "smooth" atau bertahap.
Penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir juga, menurut Nanang, lebih banyak dibentuk harga dari mekanisme pasar, atau bukan karena semata-mata dominasi intervensi BI.
Meski demikian, BI tetap melakukan lelang di pasar Domestik NDF untuk memfasilitasi kebutuhan valas dan lindung nilai, serta menjaga pergerakan psikologis nilai tukar dari pengaruh volatilitas pasar NDF luar negeri.
"Hitungan tim ekonomi BI rupiah dalam kondisi sekarang 'undervalue' artinya masih ada ruang rupiah menguat lebih lanjut. Tapi itu lebih baik kalau menguatnya lebih 'smooth'," ujar Nanang.
Nanang tidak menampik penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir, juga karena tekanan ekonomi global yang mulai mereda.
Berkurangnya tekanan ekonomi global karena hasil positif dari pertemuan AS dan Cina terkait rekonsiliasi perang dagang, dan juga kenaikan suku bunga The Federal Reserve, Bank Sentral AS, yang diperkirakan tidak agresif.
Namun BI juga tetap waspada terhadap tekanan ekonomi global karena sewaktu-waktu bisa menimbulkan gejolak di pasar keuangan domestik. "Karena kalau kita lihat dinamika pada tahun lalu saja, dalam tiga bulan kondisi bisa berubah di kuartal III semua negara masih solid di kuartal IV sudah perlambatan," ujar dia.
BI lebih banyak melakukan intervensi melalui Domestik NDF ketimbang langsung di pasar spot. Hingga Januari 2019, volume transaksi (outstanding) DNDF mencapai 1,2 miliar dolar AS dengan 13 bank sebagai peserta aktif. Volume itu menurut Nanang sangat baik, apalagi pasar DNDF baru dibuka pada November 2018.
"Banyak juga korporasi yang sudah bertransaksi, seperti BUMN nanti menyusul. Mata uangnya selain dolar AS, ada dari yen dan euro," ujar dia.