EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga komoditas yang mengalami penurunan membuat Indonesia harus fokus pada sektor lain. Manufaktur menjadi sektor yang sesuai untuk digarap lebih lanjut pada tahun ini.
"Kalau kita ingin pertumbuhan ekonomu kita lebih dari yang sekarang maka kita juga perlu melakukan yang lain dari sekarang yang kita lakukan yaitu tidak hanya berfokus pada komoditas tapi ekspor kita mulai beralih ke sektor manufakturing," kata Head of Mandiri Institute Moekti Soejachmoen saat ditemui di Plaza Mandiri, Senin (21/1).
Sebab, harga komoditas cenderung lebih fluktuatif meski selama ini, komoditas menjadi penyumbang ekspor terbesar bagi Indonesia. Lain halnya dengan manufaktur yang jauh lebih stabil.
"Biasanya kontraknya jangka panjang dan juga penyerapan tenaga kerja di sektor ini lebih banyak," ujar dia.
Baca juga, Industri Manufaktur Masih Berhasrat Tingkatkan Produktivitas
Dalam meningkatkan sektor manufaktur, Cina sebagai pasar terbesar Indonesia perlu menjadi perhatian. Apalagi, ekonomi Negara Tirai Bambu itu mengalami pelambatan dan terjadi perubahan pola impor.
Diakui Moekti, dulu Cina banyak mengimpor bahan baku. Namun kini, sejalan dengan berubahnya pola ekonomi mereka dari produksi menjadi konsumsi, maka impor Cina juga akan lebih banyak ke barang-barang konsumsi.
Itu artinya, manufaktur Indonesia harus fokus memproduksi barang-barang yang diminati oleh ekonomi Cina yaitu barang-barang konsumsi. "Nah itu kita jangan sampai ketinggalan lagi karena Indonesia sudah sering beberapa kali ketinggalan dari tren dunia," kata dia.
Saat ini penurunan harga minyak juga terjadi. Moekti menyikapinya dengan optimis lantaran menurutnya, penurunan harga minyal tersebut memiliki dua sisi yang berdampak pada penurunan impor bahan bakar dan penurunan ekspor.
"Penurunan harga minyak, kita sebagai net importir efeknya akan baik untuk Indonesia," katanya.