EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Rudiana meminta agar pemerintah memberlakukan regulasi yang adil terhadap agen perjalanan konvensional dan online dalam menjalankan bisnis. Selama ini, ia menilai bahwa masih ada ketimpangan dalam menjalankan peraturan.
Rudiana mengatakan, pemerintah harus menyadari bahwa bisnis perjalanan konvensional masih didominasi oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Setidaknya, proporsi mereka mencapai 80 persen dari total keseluruhan.
"Ketika ada shifting dan tidak difasilitasi oleh pemerintah, mereka akan tergopoh-gopoh," katanya dalam diskusi Bisnis Konvensional Versus Online Business, Siapa yang Menang? di Jakarta, Rabu (30/1).
Saat ini, semakin banyak masyarakat yang memilih menggunakan platform online untuk memesan tiket perjalanan. Rudiana mengakui, pihaknya tidak dapat menahan laju tersebut karena sudah menjadi resiko dari digitalisasi.
Tapi, yang ia harapkan adalah pemerintah dapat memfasilitasi pergeseran tren dengan berlaku adil.
Rudiana menyebutkan, peralihan tidak hanya dilakukan masyarakat sipil, juga oleh beberapa kantor pemerintah. Mereka yang biasanya membeli tiket perjalanan ke agen konvensional, mulai menggunakan aplikasi online dengan alasan transparansinya.
Di tengah pergeseran ini, Rudiana mempertanyakan kepada pemerintah tentang penegakan hukum pada platform agen perjalanan online maupun minimarket yang kini sudah mulai berjualan tiket pesawat dan kereta api.
"Kalau semuanya dapat jualan online, kami pertanyakan tentang usaha jasa pariwisata yang harus mendapatkan izin. Pertanyaannya, mereka dapat izin dari mana," ucapnya.
Menurut Rudiana, tidak adil apabila pemerintah menyatakan bahwa digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan tanpa menerapkan peraturan yang adil pada semua platform.
Tidak hanya perizinan usaha, Rudiana juga menyebutkan regulasi pajak untuk bisnis agen perjalanan online harus dipertanggungjawabkan. Apabila tidak, nanti justru akan merugikan negara. Selain itu, semua pelaku usaha memiliki hak yang sama untuk berusaha.
Terlepas dari itu, Rudiana mengatakan, agen perjalanan konvensional tidak takut tertindas dengan bisnis online. Aplikasi digital yang ada saat ini hanya bersifat sebagai add on atau tambahan.
“Online tidak akan dikalahkan offline, melainkan sebagai komplementer,” ujarnya.
Rudiana menjelaskan, kekuatan utama dari platform offline adalah human touch, sehingga bersifat interaktif. Untuk online, meskipun ada customer service, tetap kurang interaktif dan cenderung sulit karena harus melalui telepon, bukan tatap muka.
Selain itu, Rudiana menambahkan, agen perjalanan offline cenderung lebih mudah dipercaya karena interaktif tersebut. Terlebih, dengan adanya kasus penipuan kemarin seperti yang dilakukan Abu Tours dan First Travel.
Suara yang sama disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanto. Keberadaan platform online cenderung memudahkan segala regulasi yang kerap menyulitkan toko ritel konvensional.
"Sistem dagang kami lebih rumit. Tidak boleh predator pricing, tapi tidak berlaku untuk online," katanya.
Dalam peraturan ritel konvensional, Tutum menjelaskan, harga yang ditawarkan juga tidak boleh terlalu murah dibanding dengan pasar tradisional. Tapi, ritel offline justru mematikan konsep tersebut dengan mengadakan berbagai potongan harga maupun cashback.
Tutum menuturkan, ritel konvensional sebenarnya tidak mempermasalahkan keberadaan online. Tapi, yang dibutuhkannya adalah kesetaraan.
"Kami dianggap tidak siap bersaing atau cengeng. Tapi, bukan itu, harus ada perlindungan konsumen dan pajak," tuturnya.