EKBIS.CO, JAKARTA -- Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada 2018 hanya sebesar 4,07 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Angka itu melambat dibandingkan pertumbuhan pada 2017 yang sebesar 4,74 persen (yoy).
"Manufaktur mengalami tantangan berat perang dagang, perlambatan ekonomi dunia, dan fluktuasi harga komoditas seperti minyak kelapa sawit. Itu semua memberikan pengaruh," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Jumat (1/2).
Dia menyampaikan, industri makanan yang memiliki porsi dominan atau sebesar 25,41 persen terhadap total IBS justru tumbuh di bawah harapan. Industri makanan hanya tumbuh 7,4 persen (yoy). Angka itu melambat dibandingkan pertumbuhan 2017 yang sebesar 9,93 persen (yoy).
"Industri makanan di bawah harapan. Harapannya bisa tumbuh 8 hingga 9 persen," kata Suhariyanto.
Pertumbuhan terbesar adalah dari industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki yang naik 18,78 persen (yoy) dengan porsi 1,59 persen terhadap total IBS. Sementara, kontraksi terbesar terjadi pada industri komputer, barang elektronik, dan optik yang tumbuh negatif sebesar 15,06 persen (yoy) dengan porsi 2,83 persen.
Sementara, industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) mampu tumbuh 5,66 persen (yoy). Angka pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 2017 yang sebesar 4,74 persen (yoy).
Industri makanan tumbuh 4,7 persen (yoy) dengan porsi 22,37 persen dari total produksi IMK. Pertumbuhan terbesar adalah dari industri pencetakan dan reproduksi media rekaman sebesar 21,73 persen (yoy) dengan porsi 4,85 persen. Kemudian, kontraksi terbesar adalah dari industri pengolahan tembakau yang turun 47,13 persen (yoy) dengan porsi 1,63 persen.