EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan peningkatan transaksi dagang dengan Komisi Ekonomi Eurasia (KEE) hingga dua kali lipat dalam waktu lima tahun. Pada 2017, Kemendag mencatat nilai neraca perdagangan dua belah pihak mencapai 2,79 miliar dolar AS. Dalam transaksi tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mencatat, Indonesia mengalami sedikit defisit.
Untuk mencapai target, Kemendag menandatangani inisiasi perjanjian dalam bentuk Joint of Ministry Statement di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (14/2). Penandatanganan dilakukan oleh Enggar bersama Menteri Integrasi dan Makroekonomi EEC Tatyana D Valovaya.
Perjanjian ini memungkinkan kedua belah pihak mendapatkan informasi mengenai kebutuhan tiap negara dan bagaimana negara lain dapat memenuhinya. "Ini (Joint of Ministry Statement) akan menjadi payung untuk melakukan kerja sama perdagangan dua belah pihak," kata Enggar dalam konferensi pers.
Melalui inisiasi kerja sama ini, kedua belah pihak sudah dapat bertukar informasi dan mengenal satu sama lain lebih dalam. Enggar memastikan, pasar yang ada juga tidak akan terganggu. Setelah penandatanganan Joint of Ministry Statement, kedua belah pihak menargetkan untuk Memorandum of Cooperation (MoC) pada tahun ini.
MOC akan mencakup perjanjian lebih luas, termasuk peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dan EEC melalui perdagangan dan investasi. Selain itu, perjanjian akan membahas penghapusan hambatan perdagangan dan kolaborasi di berbagai sektor yang menjadi mutual interest kedua pihak.
EEC merupakan badan pemerintahan kesatuan integrasi ekonomi di wilayah Eurasia (EAEU) yang dibentuk pada tahun 2014. EAEU beranggotakan negara-negara di kawasan Eropa Timur dan Asia Tengah seperti Federasi Rusia, Republik Armenia, Republik Belarusia, Republik Kazakhstan, dan Republik Kyrgystan.
Enggar menyebutkan, crude palm oil (CPO) menjadi komoditas yang memiliki potensi besar untuk diekspor ke EEC, terutama Rusia. Melalui MoC, industri dalam negeri langsung dapat mengirim ke lima negara EEC melalui satu proses. "Jadi, ini benar-benar membuka pintu kita untuk meningkatkan transaksi dagang," katanya.
Valovaya menjelaskan, pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang berlangsung pada Desember 2017. Sebenarnya, emerintah Indonesia telah mengundang secara bilateral dan informal untuk menindaklanjuti rencana kerja sama, tapi baru dapat direalisasikan pada bulan ini.
Valovaya menyebutkan, selama ini, EAEU telah mengirimkan sejumlah produk ke Indonesia seperti makanan. Ke depannya, ia berharap dapat mengisi produk yang selama ini belum ditemukan di pasaran Indonesia. "Seperti mesin dan peralatan," katanya.
Valovaya mengakui, hambatan terbesar dalam perdagangan Indonesia dengan EAEU adalah keterbatasan informasi. Oleh karena itu, melalui inisiasi perjanjian ini, diharapkan EAEU dapat mengerti Indonesia lebih jauh, terutama dari segi peraturan. Para eksportir juga akan mengetahui apa saja yang mereka butuhkan untuk mengirim barang ke Indonesia.
Menurut catatan Kemendag, nilai perdagangan Indonesia-EAEU pada tahun 2017 mencapai 2,79 miliar dolar AS. Pada tahun tersebut ekspor Indonesia ke EAEU sebesar USD 1,25 miliar dengan produk utamanya adalah minyak kelapa sawit (386,75 juta dolar AS), peralatan mesin (178,16 juta dolar AS), kopi (78,97 juta dolar AS), biji palem (77,22 juta dolar AS), dan margarin (50,92 juta dolar AS).
Sementara itu, nilai impor Indonesia dari EUEA pada tahun 2017 sebesar 1,54 miliar dolar AS dengan produk utama antara lain produk baja setengah jadi (419,18 juta dolar AS), pupuk mineral dan kimia (322,45 juta dolar AS), gandum dan meslin (246,16 juta dolar AS), serta alumunium (82,89 juta dolar AS).