EKBIS.CO, JAKARTA -- Target penumpang Light Rapid Transit (LRT) dinilai masih jauh dari target. Peningkatan jumlah penumpang kereta cepat tersebut kini menjadi tugas tersendiri pemerintah.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, jumlah penumpang LRT Palembang pada saat hari kerja berada di angka 3.000-4.000 penumpang, sedangkan di akhir pekan jumlah penumpang berjumlah 6.000-8.000 orang.
"Padahal, target penumpang sekitar 30.000 per hari, masih jauh dari target," kata Djoko dalam keterangan yang diterima Republika, Sabtu (16/2).
Ia mengaku sudah memprediksi, sedikitnya penumpang LRT Palembang sejak awal. Ia beralasan, akses pengumpan menuju halte terdekat LRT masih minim.
Selain itu, trotoar yang sesuai standar juga belum seluruhnya dibangun untuk memudahkan pejalan kaki menuju halte. "Trotoar harus dibangun sepanjamg jalur LRT. Di setiap stasiun LRT juga harus tersedia halte bus. Serta tempat parkir dapat disediakan di stasiun yang terletak di pinggir kota," ujarnya.
Untuk meningkatan jumlah penumpang, ia menyarankan agar pemerintah kota Palembang menambah atau memperpanjang rute bus pengumpan hingga menjangkau kawasan pemukiman penduduk di kota Palembang. Selain itu, pemerintah provinsi Sumatera Selatan juga perlu berperan dalam membenahi sistem transportasi di wilayah sekitar Palembang.
"Transportasi umum di Kabupaten Ogan Ilir juga harus segera dibenahi. Pemprov Sumsel dapat memfasilitasi ini. Subsidi tidak hanya untuk LRT akan tetapi juga dapat diberikan pada transportasi umum seperti bus," katanya.
Pelajaran untuk Jakarta
Pekerja mengecek atap Stasiun LRT Velodrome yang masih dalam tahap penyelesaian pembangunan di Rawamangun, Jakarta, Sabtu (16/2/2019). (ANTARA)
Jumlah penumpang LRT Palembang diharapkan menjadi evaluasi pemerintah ketika membangun Light Rapid Transit (LRT) Jabodetabek. Djoko mengatakan pemerintah pusat bersama pemerintah daerah perlu berkoordinasi melalui perjanjian tertulis atau MOU untuk mengevaluasi pembangunan sistem transportasi, khususnya LRT.
"Kasus LRT Sumatera Selatan menjadi pelajaran berarti ketika membangun kereta perkotaan di luar Jabodetabek. Supaya jika ada pergantian kepala daerah, program tersebut masih terus berlanjut," katanya.
Menurut Djoko, dalam membangun infrastuktur berbais transportasi, pemerintah tidak boleh mengenal istilah untung atau rugi. Sebab, pemerintah harus mementingkan manfaat suatu program kerja untuk masyarakat.
Selain itu, lanjutnya, akses transportasi yang mudah diakses juga dapat meningkatkan laju ekonomi dan mengembangkan pembangunan secara keseluruhan. Untuk meningkatkan laju ekonomi dan pembangunan melalui sistem transportasi massal, ia menyarankan agar lembaga lintas disiplin dapat duduk bersama berkoordinasi.
Lembaga negara yang menurutnya harus berpartisipasi Kemenko Maritim, Kemenko Ekonomi, Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri, Kemenhub, dan Kementerian Lingkungan Hidup. "Membangun peradaban artinya mengajak publik untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Publik menjadi terbiasa menggunakan transportasi umum untuk aktivitas mobilitas kesehariannya," katanya.