EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan sebanyak 75-100 perusahaan yang melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun target emiten baru tersebut yang menerbitkan saham dan obligasi pada tahun ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengaku optimistis dapat mengejar target tersebut. Meski, kata dia, isu politik akan memengaruhi pasar modal Indonesia.
“Bukan saya menafikan bahwa isu politik tidak ada, pasti ada tapi sejauh mana dilihat sebagai resiko besar dan mempengaruhi pasar secara signifikan. Kita bangun optimisme tetap bisa fundraising banyak. Ini akan baik sekali jika pemerintah optimis dengan pertumbuhan ekonominya,” ujarnya saat acara ‘Ngobrol Manis: Kebijakan Pengawasan Pasar Modal’ di Gedung OJK, Senin (18/2).
Menurutnya, hal yang bisa terjadi apabila investor yang melakukan wait and see di tengah tahun politik. Namun, kata Hoesen, secara historis pada tahun politik justru penjaringan dana melalui pasar modal justru lebih tinggi dibandingkan tahun biasa.
“Wait and see di tahun politik bisa terjadi tapi jika perusahaan punya bisnis yang sudah matang justru mereka tidak akan menunda walaupun di tahun politik,” ucapnya.
Hoesen menambahkan selama ini sudah banyak aturan baru dari OJK yang memfasilitasi lahirnya instrumen-instrumen baru di pasar modal Indonesia, terutama instrumen derivatif. “Saat ini kendala pasar modal kita adalah pendalaman pasar. Pasar kita masih dangkal. Nah, salah satu caranya dengan meningkatkan supplay and demand di pasar modal, dengan jumlah efek dan investor,” ungkapnya.
Adapun beberapa program OJK dalam rangka penambahan jumlah supply dan demand seperti optimalisasi perizinan terintegrasi, sistem pelaporan elektronik (SPE) atau e-reporting, penawaran umum secara elektronik (e-registration) dan e-bookbuilding serta penyederhanaan transaksi reksadana secara online melalui marketplace dan waralaba. OJK pun menyiapkan sistem pengawasan dan database terintegrasi. OJK juga menyiapkan insentif biaya registrasi bagi penerbitan obligasi daerah, insentif pajak bagi instrumen berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK), dan relaksasi sejumlah regulasi bagi RDPT dan emiten.
Dari sisi perbaikan infrastruktur, OJK menginisiasikan proses digitalisasi sistem dan bisnis pasar modal. OJK bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan perbankan untuk mendapatkan data-data perusahaan yang potensial untuk IPO. Kerja sama ini dilakukan dalam rangka bertukar informasi seperti korporasi sebagai pembayar pajak dalam jumlah besar dan debitur tetap di sebuah perusahaan yang belum menjadi emiten.
Langkah lainnya adalah OJK bekerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menggaet perusahaan BUMN beserta anak dan cucu usahanya untuk mau go public. Selain itu, OJK dengan bantuan dari self regulatory organization (SRO) pasar modal akan menggiatkan perusahaan-perusahaan startup yang berada di IDX Incubator untuk bisa melakukan untuk IPO.
Saat ini baru ada satu perusahaan yang dibesarkan oleh program inkubasi bagi startup milik bursa, yakni PT Yelo Integra Dananet Tbk (YELO). Dari sisi penerbitan obligasi, OJK tengah melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi daerah (municipal bond). OJK bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk melihat potensi daerah yang mampu menerbitkan obligasi tersebut.