EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia akan melakukan RDG pada Kamis (21/3) terkait penetapan suku bunga acuan, yang saat ini masih di level 6 persen. Ekonom memprediksi suku bunga acuan belum akan berubah.
Kepala Ekonomi Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto memperkirakan Bank Indonesia masih akan tetap mempertahankan suku bunga acuan atau BI7DRRR di level 6 persen dengan beberapa pertimbangan dari faktor eksternal dan internal. Dari faktor eksternal, diyakini arah gerak fed fund rate (FFR) semakin longgar atau dovish dimana The Fed tidak lagi agresif menaikkan FFR mengingat sdh ada indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi AS di bawah 3 persen disertai laju inflasi mendekati 2 persen.
“Pilihan The Fed ada dua, antara menahan FFR di level saat ini yang 2,25 persen-2,50 persen hingga akhir 2019 atau menaikkan FFR hanya sekali sebesar 25 bps menjadi 2,5 persen sampai 2,75 persen hingga akhir 2019,” ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (20/3).
Menurutnya FFR bisa saja turun 25 bps menjadi 2,0 persen hingga 2,25 persen hingga akhir 2019 untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi AS. Sejumlah bank sentral di dunia juga cenderung menahan suku bunga acuannya dan bbrp bank sentral malah sudah menurunkan suku bunga acuan (BOJ, ECB).
Dari faktor internal, BI dan pemerintah memiliki stance yg sama, yakni stability over growth, sehingga pilihan paling rasional dan taktis adalah RDG BI tetap menahan BI7DRRR di level 6 persen. “Juga deposit facility dan lending facility di level yang tetap. Level bunga acuan yang 6 persen saat ini sesungguhnya sudah priced in atau factored in dimana level 6 persen ini sudah mempertimbangkan peluang FFR naik 25-50 bps di tahun ini,” ucapnya.
Dia menambahkan langkah Bank Indonesia tahun lalu secara agresif menaikkan BI7DRRR sebesar 175 bps dari 4,25 persen ke 6 persen merupakan langkah preemptive dan ahead the curve yang tepat mengiringi kenaikan FFR 100 bps saat itu. Sehingga, jika RDG BI saat ini tidak menaikkan BI7DRRR alias tetap 6 persen adalah langkah tepat.
“Keputusan ini bisa membantu penguatan daya tahan ekonomi Indonesia terhadap tekanan eksternal (trade war, risiko geopolitik dan Brexit), menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya rupiah, dan mempertahankan daya tarik investor asing untuk memegang aset dalam rupiah karena lebih atraktif,” ungkapnya.
Langkah ini juga membantu masuknya dana asing atau capital inflows yang dpt menguatkan kurs rupiah, IHSG di BEI serta memperkecil defisit transaksi berjalan (CAD) menjauhi 3 persen dari PDB. “Momentum pertumbuhan pun masih bisa dikelola dengan baik. Ditahannya BI7DRRR akan disambut gembira kalangan perbankan, sektor riil dan investor portofolio karena level 6 persen ini dinilai akomodatif,” jelasnya.