Jumat 29 Mar 2019 16:43 WIB

Indonesia Konsumen E-Commerce Terbesar di Dunia

Penetrasi internet masyarakat Indonesia menduduki peringkat keempat dunia.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Belajar Ngelapak Bersama Komunitas (BNBK) Bukalapak di Fisipol  Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (29/3).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Belajar Ngelapak Bersama Komunitas (BNBK) Bukalapak di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (29/3).

EKBIS.CO, SLEMAN -- Head of Community Management Bukalapak, Muhammad Fikri mengatakan, milenial Indonesia memiliki potensi besar menguasai pasar daring. Terlebih, Indonesia merupakan konsumen e-commerce terbesar di dunia.

"Pada Januari 2019, Indonesia menduduki peringkat nomor satu konsumen e-commerce di dunia," kata Fikri saat mengisi Belajar Ngelapak Bersama Komunitas (BNBK) Bukalapak di Fisipol Universitas Gadjah Mada, Jumat (29/3).

Ia mengatakan, teknologi memang sudah tidak lagi terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Bahkan, penetrasi internet masyarakat Indonesia menduduki peringkat keempat tidak cuma di ASEAN atau Asia tapi, dunia.

Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 267 juta konsumen yang melebihi angka konsumen di India, Cina dan AS. Pertumbuhannya melebihi 50 persen mengingat tahun lalu baru sekitar 100 juta konsumen.

WhatsApp, lanjut Fikri, menjadi aplikasi messenger yang paling banyak dipakai baik di Indonesia maupun di dunia hari ini. Ia berpendapat, dari sana sebenarnya dapat terlihat platform pemasaran paling efektif.

Untuk pertumbuhan media sosial, Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina. Ia merasa, pertumbuhan itu selaras kebiasaan bersosial masyarakat Indonesia, jauh sebelum media sosial itu muncul.

Artinya, ketika media sosial itu hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia, sebenarnya yang terjadi sekadar perpindahan wadah. Tapi, kebiasaan bersosial masyarakatnya tetap ada seperti biasa.

"Setiap hari, masyarakat Indonesia minimal 3,5 jam menggunakan media sosial, padahal di dunia rata-rata masyarakat menggunakan media sosial sekitar dua jam," ujar Fikri.

Meski begitu, ia mengingatkan, fenomena digital disruptive tidak cuma menghadirkan sekitar dua juta jenis lapangan baru pada 2020. Tapi, akan ada sekitar 7,5 juta lapangan pekerjaan yang hilang.

Tapi, jika dihadapkan pertanyaan apakah Bukalapak termasuk disruption, Fikri merasa itu tergantung cara melihat. Yang jelas, ia menekankan, Bukalapak terus memegang komitmen membesarkan UMKM-UMKM Indonesia.

"Bukalapak sendiri memiliki komunitas-komunitas pelapak, dari sana para pelapak mendapat wadah berbagi pengalaman dan mengoptimalkan pemasaran dan lain-lain," kata Fikri.

Menurut Fikri, sejak berdiri hingga kini, sebagian besar pelapak yang sukses di Bukalapak tidak memiliki dasar berbisnis daring. Tapi, lewat jembatan komunitas-komunitas itu, kemampuan jadi tersebar lebih luas.

Fikri menegaskan, pelapak-pelapak memang tidak dibiarkan saja berusaha tapi dilatih memahami usaha yang dikelola. Dengan pegawai 2.600 orang, bisa dibayangkan betapa besar perkembangan yang dialami Bukalapak.

"Hari ini Bukalapak sudah memiliki 50 juta pengguna, 4 juta pelapak, 76 juta produk dan 12 juta kunjungan per hari," ujar Fikri.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement