EKBIS.CO, MATARAM -- Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) harus terus mendorong proses rehabilitasi pascarangkaian gempa di Lombok pada akhir Juli hingga pertengahan Agustus 2018. Diversifikasi ekonomi diharapkan mempercepat pertumbuhan ekonomi NTB.
"Kita tidak ingin saudara-saudara kita tertinggal di daerah yang belum sepenuhnya pulih. Rehabilitasi, rekonstruksi, membangun rumah-rumah yang rusak berat, rusak sedang, maupun rusak ringan harus diprioritaskan," ujar Bambang saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi NTB (Musrenbangprov NTB) di Lombok Raya, Mataram, NTB, Kamis (4/4).
Bambang menilai proses rehabilitasi sudah pasti memengaruhi pertumbuhan ekonomi NTB secara keseluruhan. Ia menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi NTB mengalami penurunan, bahkan terkontraksi 4,56 persen pada 2018. Apabila tanpa tambang, PDRB NTB tumbuh sebesar 3,08 persen.
Perlambatan ekonomi nontambang disebabkan bencana alam yang menimpa NTB pada triwulan III 2018. Sementara tambang dan penggalian mengalami penurunan di 2015-2018.
Bambang melanjutkan, nilai ekspor NTB juga mengalami fluktuasi pada 2012-2018, dengan komoditas utama bijih tembaga. "Sebagai penyumbang perekonomian terbesar NTB, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat dalam tiga tahun terakhir. Begitu pula sektor perdagangan besar dan eceran meningkat dalam empat tahun terakhir. Meskipun, pertumbuhan PDRB ketiga sektor menurun di 2018," ucap Bambang.
Menurut Bambang, permasalahan NTB adalah pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, tingkat kemiskinan masih cukup tinggi, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) cukup rendah di bawah nasional, meskipun terus meningkat dari tahun ke tahun. "Kabupaten Sumbawa Barat berkontribusi paling tinggi terhadap PDRB NTB dengan sumbangan 18,61 persen. Berbanding terbalik dengan Kota Bima yang berkontribusi 2,95 persen terhadap PDRB provinsi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi juga berasal dari Kabupaten Sumbawa Barat 23,48 persen, disusul Kota Mataram 5,67 persen," kata Bambang.
Bambang melanjutkan, tingkat kemiskinan NTB di atas rata-rata nasional dan cenderung menurun pada 2014-2018. Per September 2018, jumlah penduduk miskin NTB sebanyak 735,6 ribu atau 14,63 persen, turun dari September 2017 atau 15,05 persen. Tingkat kemiskinan sebagian besar kabupaten dan kota berada di atas rata-rata nasional, kecuali Kota Bima dan Kota Mataram.
"IPM NTB per periode 2014-2017 relatif lebih rendah dibandingkan nasional, tetapi terus mengalami peningkatan dalam periode yang sama," ucap Bambang.
Rasio gini berada di bawah angka rasio gini nasional dan mengalami penurunan pada benerapa tahun terakhir. Namun, per periode 2015 hingga 2018, rasio gini NTB meningkat sebesar 0,391 pada 2018. Berdasarkan PDRB per kapita, masih terdapat kesenjangan wilayah yang cukup jauh antara Kabupaten Sumbawa Barat dengan kabupaten dan kota lainnya.
"Untuk mencapai target nasional, NTB harus memiliki pertumbuhan ekonomi minimal 1,55 persen, tingkat kemiskinan maksimal 13,52 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) maksimal 3,49, dan IPM sebesar 68,87," lanjut Bambang.
Untuk itu, kata Bambang, kebijakan pembangunan NTB pada 2020 perlu diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik dan bendungan, meningkatkan investasi dan meningkatkan produksi dan nilai tambah ekonomi pada sektor pertanian dan pariwisata. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong sinergi program kemiskinan antarpemerintah pusat dan provinsi serta kabupaten/kota melawan kemiskinan dari desa, serta mengakomodasi program yang berhubungan dengan komponen IPM, terutama kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan.
Bambang menyebut NTB perlu melakukan diversifikasi ekonomi untuk melesatkan pertumbuhan. Setidaknya, ada tiga hal penting terkait diversifikasi ekonomi yang patut menjadi perhatian Pemprov NTB.
Pertama, ketergantungan terhadap tambang yang harus mulai diminimalisasi. Pasalnya, harga komoditas tambang tidak akan pernah stabil dan sangat fluktuatif, serta tidak terbarukan sehingga suatu saat akan habis. Kemampuan hilirisasi tambang juga harus ditingkatkan, tidak hanya berhenti di smelter, tetapi juga menciptakan fasilitas turunan.
Kedua, sektor pariwisata sebagai quick win yang dapat menghasilkan devisa besar juga harus dipercepat akselerasinya. Destinasi favorit turis asing seperti Lombok dan Gili Trawangan, juga Pantai Senggigi, nantinya akan dilengkapi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dengan Sirkuit Moto GP yang ditargetkan beroperasi pada 2021, hingga Pulau Moyo di Sumbawa.
"Ketiga, sektor peternakan juga dapat menjadi alternatif diversifikasi ekonomi Provinsi NTB, mengingat kebutuhan masyarakat akan daging sapi sangat besar," ungkap Bambang.