EKBIS.CO, JAKARTA -- Pada kuartal pertama tahun 2019, penerimaan pajak sebesar Rp 249,98 triliun atau hanya tumbuh sekitar 1,82 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. Tapi, pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analyst (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, konklusi atas kualitas kinerja penerimaan pajak sepanjang 2019 belum dapat terlihat dari hasil kuartal pertama.
Di sisi lain, Yustinus menambahkan, membandingkan dengan kinerja 2017-2018 akan bias. Sebab, kuartal pertama 2017 masih ada program amnesti pajak. "Kita harus melihat kinerja penerimaan sampai April sebagai batas pelaporan SPT PPh Badan agar dapat dinilai lebih objektif," katanya kepada Republika.co.id, Kamis (25/4).
Yustinus mengatakan, dari pola penerimaan tahun 2018, juga didapatkan bahwa terlalu dini untuk menilai kinerja dalam kuartal pertama. Kinerja bulan April terlihat lebih stabil untuk menggambarkan kinerja dalam satu tahun.
Sedangkan, pola penerimaan kuartal tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yustinus menilai, ini menggambarkan bahwa tidak ada kebijakan fiskal signifikan yang telah dibuat pada tahun sebelumnya.
Di saat penerimaan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, Yustinus mengatakan, realisasi belanja negara tumbuh 7,7 persen (yoy). Total tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun sebelumnya yang tumbuh 4,9 persen (yoy).
Tapi, Yustinus menjelaskan, pengelolaan APBN tetap terjaga dengan target penerimaan pajak yang rasional di tahun 2019. "Melihat kinerja tahun 2018, kami melihat kondisi fiskal tahun 2019 tetap terjaga, terutama jika kontinuitas pengelolaan APBN dapat dijamin," ujarnya.
Penerimaan pajak di tahun 2019 terhadap APBN tidak jauh berbeda dengan penerimaan pajak terhadap APBN 2018. Apabila di kuartal pertama tahun 2018 penerimaan pajak mencapai 17,17 persen, di tahun 2019 mengalami penurunan sedikit, yakni menjadi 15,78 persen.
Menurut Yustinus, penurunan ini masih dalam batas wajar dan dapat ditolerir. Sebab, di tahun pemilu, pemungutan pajak dilakukan lebih berhati-hati. "Sekurang-kurangnya sampai dengan April," ujarnya.
Di samping faktor pemilu, harga komoditas dan juga penguatan dolar AS terhadap pemerintah juga ikut berperan terhadap penerimaan negara. Pelemahan harga komoditas dibandingkan tahun lalu juga ikut berperan terhadap pertumbuhan penerimaan negara, lebih rendah dibandingkan tahun lalu.