EKBIS.CO, JAKARTA – Potensi ekonomi maritim Indonesia sangat dahsyat. Bila ekonomi maritim dikembangkan dengan sungguh-sungguh dan fokus, maka akan dapat menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, khususnya di bidang ekonomi dan kesejahteraan.
Hal itu dikemukakan pakar kelautan dan perikanan IPB, Prof Rokhmin Dahuri saat tampil sebagai pembicara kunci dalam workshop nasional tentang “Ekonomi Maritim Indonesia” di The Papandayan Hotel, Bandung pekan lalu. Acara itu diselenggarakan oleh Kemenko Maritim, dan diikuti sekitar 100 peserta dari berbagai Kementerian dan lembaga, dosen perguruan tinggi, Pemda, pengusaha serta Ormas.
Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin memaparkan “Strategi Pembangunan Ekonomi Kelautan dan Perikanan Untuk Peningkatan Daya Saing, Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas, dan Kesejahteraan Rakyat Secara Berkelanjutan Menuju Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia” .
Ekonomi maritim adalah semua aktivitas ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan di daratan lahan atas yang menggunakan bahan baku dari wilayah pesisir dan lautan. Menurut Rokhmin, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau -- yang tiga perempat wilayahnya berupa laut -- ekonomi maritim Indonesia menawarkan segudang potensi.
"Potensi tersebut tidak hanya untuk mengatasi persoalan kekinian. Tidak kalah pentingnya adalah menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan inklusif secara berkelanjutan," kata Rokhmin dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Dalam kesempatan tersebut, mantan menteri kelautan dan perikanan di era Kabinet Gotong Royong memaparkan berbagai hal terkait keungggulan ekonomi maritim Indonesia. Pertama, merumuskan apa itu ekonomi maritim.
Kedua, ruang lingkupnya. Ketiga, nilai ruang lingkup atau setiap sektor dalam ekonomi maritim yang mencapai 11 sektor.
Keempat, bagaimana merealisasikan atau memanfaatkan potensi ekonomi maritim yang sangat besar ini, yakni 1,4 triliun dolar AS. “Ini berarti 1,5 kali lipat ekonomi Indonesia saat ini,” ujarnya.
Kelima, peluang daya serap tenaga kerja ekonomi maritim mencapai 45 juta orang. “Artinya, penyerapan sepertiga angkatan kerja kita harusnya sudah selesai kalau ekonomi maritim sudah dibangkitkan,” tegas duta besar kehormatan Jeju Island Korea.
Ia mencontohkan udang Vaname. Kalau Indonesia bisa memanfaatkan 17 persen saja dari lahan pesisir yang cocok dikembangkan untuk tambak udang, bisa menghasilkan 20 juta ton atau 20 miliar kilogram udang per tahun. Harga udang saat ini sekitar 5 dolar per kg. Jadi kalau 20 miliar kilogram dikalikan 5 dolar berarti 100 miliar dolar.
"PDB Indonesia saat ini hanya sekitar 1 triliun dolar. Jadi kalau 100 miliar dolar dibagi 1 triliun dolar, ketemu angka 10 persen. Artinya, udang bisa menyumbang 10 persen PDB kita," tuturnya.
Suasana seminar nasional yang mengusung tema "Ekonomi Maritim Indonesia".
Indonesia perlu mengembangkan 500 ribu hektar tambak udang dalam waktu lima tahun ke depan. Artinya 100 ribu ha per tahun hingga 2024.
“Kalau hal ini kita lakukan secara konsisten, maka tiap tahun dari udang saja sudah bisa menyumbangkan pertumbuhan ekonomi dua persen. Jadi, pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun bagi Indonesia adalah keniscayaan, kalau ekonomi maritim ini kita kembangkan dengan sebaik-baiknya,” paparnya.
Rokhmin menjelaskan, pengembangan tambak uang seluas 500 ribu ha itu mempunyai multiplier effect yang sangat besar. Kesempatan kerja langsung (on farm) sekitar 2 juta orang, dan tidak langsung (off farm) sekitar 1,5 juta orang.
“Itu baru dari udang saja. Padahal, banyak sekali komoditas budidaya laut lainnya dengan nilai ekonomi sangat tinggi. Contohnya, udang windu, ikan bandeng, nila salin, kerapu, kakap, bawal bintang, kepiting, lobster, gonggong, abalone, teripang, kerang mutiara, dan rumput laut,” katanya.
Artinya rencana pasangan Jokowi-JK dulu, terkait pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun, bisa dipenuhi dari udang saja asalkan kebijakan pembangunan maritim betul-betul fokus untuk mengembangkan dan menyejahterakan masyarakat.
“Kita setuju pelestarian, tapi bukan pelestarian yang mematikan usaha. Kita setuju penegakan kedaulatan, tapi jangan asal dar der dor. Yang perlu kita kembangkan adalahpenegakan ekonomi,” ujarnya.
Menurut Rokhmin, fakta kapal-kapal asing yang sampai saat ini masih masuk ke wilayah Indonesia karena nelayan Indinesia jarang masuk ke wilayah laut yang dicuri. Jadi harusnya Indonesia menerapkan konsep ekonomi, yaitu meningkatkan kemampuan teknologi dan kemampuan kapal ikan nelayan Indonesia.
Hal ini sangat penting, agar wilayah laut yang selama ini dicuri oleh nelayan-nelayan asing dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan Indonesia. “Dengan sekali pukul, kita dapat dua hal, yakni mengusir nelayan asing, dan ekonominya kita raih sekaligus untuk pengembangan wilayah,” kata Rokhmin.
Ia mencontohkan, kalau di Natuna ada 500 kapal modern, yang menangkap ikan dan langsung diproses di wilayah Natuna, maka akan ada ratusan ribu tenaga kerja yang diserap. Natuna yang semula sepi dan rawan penyelundupan, diramaikan dengan ekonomi maritim, industri maritim, penduduk yang makmur. “Sudah selesai urusan negara ini, kalau poros maritim dunia dilakukan dengan cara ekonomi yang berkelanjutan semacam itu,” papar Prof Rokhmin Dahuri.