EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu bekerja ekstra keras untuk menerbitkan kebijakan atau terobosan inovatif yang mampu mendongkrak kinerja ekspor dan investasi. Kerja keras itu agar dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sesuai target pada 2019.
Lembaga kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan hal itu tidak lepas dari realisasi pertumbuhan ekonomi, yang hanya 5,07 persen pada kuartal I 2019, atau masih di bawah ekspetasi berbagai kalangan termasuk pemerintah.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan pada paruh pertama tahun ini, sektor-sektor penggerak ekonomi seperti manufaktur dan investasi ternyata bertumbuh tidak sesuai harapan dan gagal mendorong laju perekonomian.
"Maka dengan capaian kuartal I 2019 ini akan semakin sulit untuk pemerintah mencapai sebesar 5,3 persen di tahun ini," ujar dia, Rabu (8/5).
Dari pencapaian kuartal I 2019, Tauhid menilai pertumbuhan di sektor pertanian serta transportasi menjadi biang keladi lambannya pertumbuhan ekonomi. PDB sektor pertanian menurun karena harga komoditas di sektor tersebut juga terkoreksi terutama untuk tanaman pangan.
"Di antara sektor ini tanaman pangan sumbangkan penurunan terbesar meski ada juga di kehutanan dan penebangan kayu, misalnya harga gabah kering panen trennya turun dari Rp 5.400 sampai sekarang Rp 4.400," ujar dia.
Sementara di sektor transportasi, kenaikan tarif angkutan udara menjadi beban utama untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Sejak awal kuartal I 2019, tarif tiket pesawat ekonomi rute domestik sudah bergerak naik secara liar. Hal itu yang menyebabkan permintaan transportasi menurun dan mengganggu kegiatan konsumsi masyarakat.
"Salah satu yang jadi perdebatan ini harga tiket pesawat yang sumbang turunnya jumlah penumpang. Terjadi tren penurunan penumpang yang cukup besar," ujarnya. Dua sektor tersebut, ujar Tauhid, menjadi kontributor signifikan bagi penciptaan Produk Domestik Bruto.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati menilai di sisa waktu tahun ini, pemerintah perlu fokus menumbuhkan sektor manufaktur terutama sektor yang dapat menyubstitusi impor. Dia mengkritisi proses penciptaan industri subtitusi impor yang berjalan lamban dan telah memicu laju impor yang signifikan.
Sektor manufaktur, kata Enny, jauh lebih penting, selain upaya-upaya pemerintah menumbuhkan industri 4.0.
"Jangan latah ikut-ikutan 4.0. Potensi kita itu di manufaktur karena kita memiliki kekayaan sumber daya alam yang banyak dan melimpah," ujarnya.
Secara keseluruhan, Indef menilai pemerintah perlu merevisi target pertumbuhan ekonomi dari 5,3 persen. Hal itu, kata Tauhid, lebih baik ketimbang pemerintah memaksakan segala upaya yang dikhawatirkan justru merusak stabilitas.
"Sebenarnya target pemerintah 5,3 persen 2019 perlu dikoreksi, lembaga dunia beberapa hari lalu menyampaikan ada koreksi pertumbuhan ekonomi global karena adanya tekanan dari eksternal yang akan menghampiri kita sehingga beberapa hal jadi tertahan," ujar dia.