EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Indef Drajad Wibowo menilai, harga avtur Pertamina sangat bersaing dibanding dengan harga avtur yang dijual raksasa minyak seperti Shell. Oleh karena itu, dia mengaku aneh jika harga pesawat yang mahal dikaitkan dengan harga avtur.
"Bahkan jika disandingkan dengan harga di Singapura, jatuhnya bisa lebih murah 10-20 sen dolar AS per liter," kata Drajad di Jakarta, Jumat (10/5).
Perbandingan harga untuk periode II, April 2019, harga avtur Pertamina di dua bandara, yaitu Juanda Surabaya dan Soekarno Hatta Jakarta, bahkan paling rendah dibandingkan Shell di berbagai bandara, yaitu Narita Tokyo, Manila, Singapura, Hong Kong, Kuala Lumpur, dan Bangkok.
Di bandara Juanda, harga avtur Pertamina adalah Rp9.949,06 per liter dan di Soekarno Hatta Rp9.022,54 per liter. Sedangkan, harga Shell termurah di Bangkok mencapai Rp 9.956,70 per liter, sementara Shell di Narita Tokyo mencapai Rp 15.993,54 per liter.
Untuk itulah, kata dia, sangat aneh, jika dalam kondisi harga tiket pesawat mahal seperti sekarang, avtur Pertamina selalu disalahkan. Terlebih karena selalu dikaitkan dengan kemungkinan adanya pemain baru untuk avtur dalam negeri.
"Kenapa narasinya selalu swasta harus ikut main avtur, jangan Pertamina saja. Jangan-jangan ada udang di balik batu," kata Drajad melalui keterangan tertulis.
Menurut Drajad, yang menjadi penyebab mahalnya harga tiket pesawat saat ini adalah inefisiensi maskapai. Drajad mencontohkan salah satu maskapai dalam negeri yang memikul banyak beban yang tidak efisien seperti pengadaan pesawat, asuransi dan biaya lainnya, akibatnya harga tiket maskapai tersebut sangat mahal.
"Saya bisa bicara tentang inefisiensi ini karena sebagai anggota DPR, saya pernah menulis solusi keuangan maskapai tersebut yang saya antar langsung ke istana pada masa Presiden SBY," katanya.
Tentang mahalnya tiket perusahaan maskapai dalam negeri, Drajad mengaku tiket Garuda ke Eropa jauh lebih mahal dibandingkan Turkish, Emirates, Qatar, Etihad, dan Saudi.
"Memang Garuda tanpa transit, tapi selisih harganya gila-gilaan. Jadi, memang maskapainya yang seharusnya disoroti atas mahalnya harga tiket," kata dia.
Menurut dia jika Garuda bisa menurunkan harga tiket, diyakini bahwa maskapai lain akan ikut turun. Jika tidak, mereka kehilangan pasar secara signifikan.
"Nah, karena Garuda mayoritas milik negara, mengapa pemerintah selalu gagal menurunkan harga tiket Garuda? Ini kan otomatis akan menurunkan harga tiket pesawat di Indonesia," ujarnya.