EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom dari CIPS Assyifa Szami Ilman menilai, pemerintah perlu meningkatkan produk-produk ekspor yang memiliki daya saing tinggi guna dapat diterima pasar di negara-negara nontradisional yang sedang dibuka. Diketahui, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor April 2019 tercacat mengalami penurunan sebesar 10,8 persen dibanding bulan sebelumnya.
“Hanya saja, produk yang berdaya saing jadi syarat utama agar pasar nontradisional ini juga dapat menerima kita,” kata Ilman saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/5).
Menurut dia, lesunya kinerja ekspor dihadapkan berbagai persoalan ekonomi global antara lain perang dagang antara AS dengan Cina yang belum reda. Alasannya, kedua negara tersebut merupakan mitra dagang ekspor-impor terbesar Indonesia di pasar tradisional.
Selain itu, faktor Uni Eropa yang bersitegang dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam membatasi sejumlah komoditas ekspor unggulan negara-negara tersebut juga masih menjadi kendala. Untuk itu, menurut dia pemerintah perlu menggenjot strategi pembukaan pasar baru di wilayah kawasan Afrika maupun wilayah lainnya.
Dia menambahkan, untuk membuka pasar nontradisional memang dibutuhkan waktu yang lama sebab pemerintah harus menghitung secara tepat keuntungan yang akan didapatkan Indonesia dari tiap-tiap kerja sama yang dijajaki.
Terkait neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit sebesar 2,5 miliar dolar AS pada April ini, langkah pemerintah dinilai sudah berada di jalur yang tepat. Menurut dia, setiap negara mitra yang menjadikan kedua negara sebagai negara strategis perdagangan akan merasakan imbas yang sama.
Seperti diketahui, neraca dagang juga mengalami defisit pada akumulasi Januari hingga April 2019 dengan nilai 2,56 miliar dolar AS. Total tersebut didapatkan dari sektor migas yang mengalami defisit sebesar 2,7 miliar dolar AS. Sedangkan sektor nonmigas surplus sebesar 204,7 juta dolar AS.