EKBIS.CO, WASHINGTON -- Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China telah mengguncang sentimen konsumen dan pasar keuangan global. Sebuah analisis baru dari Bank of America Merrill Lynch (BAML) pada Jumat (17/5) menunjukkan, perang dagang juga dapat menekan pengeluaran konsumen pada tahap berikutnya.
Indikator kepercayaan konsumen yang dirilis BAML menunjukkan penurunan nilai sejak awal bulan. Dilansir di Markets Insider, Selasa (21/5), hal ini seiring dengan reaksi konsumen AS terhadap eskalasi perang dagang terbaru.
Penurunan kepercayaan masyarakat ini dapat berimplikasi terhadap pengeluaran konsumen. Kondisi tersebut patut diwaspadai mengingat konsumsi masyarakat berkontribusi atas 68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) AS.
"Perang dagang yang berlarut dapat memiliki dampak berarti terhadap pengeluaran konsumen," tulis laporan tersebut.
BAML menyebutkan, penurunan indikator kepercayaan terjadi seiring dengan perkembangan perang dagang baru-baru ini. Tepatnya terjadi pada 11 Mei, yakni ketika pengumuman bahwa AS akan menaikkan tarif impor terhadap produk Cina dari 10 persen menjadi 25 persen.
BAML menilai, perang dagang akan memiliki efek dalam jangka pendek, tapi mendalam. "Bermakna, meskipun sementara pada pengeluaran," ujar perusahaan dalam pernyataan.
Ukuran kepercayaan konsumen yang berbeda telah turun dalam beberapa bulan terakhir akibat ketidakpastian perang dagang. Misalnya, Indeks Sentimen Konsumen yang dikeluarkan Universitas Michigan. Indeks tersebut memperlihatkan lonjakan tertinggi pada pekan lalu selama 15 tahun terakhir.
Sementara itu, Wall Street menggemakan sentimen bahwa ketidakpastian dalam perdagangan internasional bukanlah berita baik. Prospek ekonomi makro AS didukung oleh konsumen yang masih solid. Tapi, ketegangan perdagangan menimbulkan risiko dalam poin tersebut.
"Meski pengeluaran konsumen sudah moderat, pasar tenaga kerja yang kuat menunjukkan rebound," tulis ahli strategi Deutsche Bank, Senin (20/5).