EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menuturkan, proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi dari pemerintah yang lebih rendah dari target pada APBN 2019 akan berdampak pada citra ekonomi Indonesia. Khususnya pada sentimen pelaku Indonesia terhadap pasar modal dan pasar keuangan.
Rizal menjelaskan, apabila besaran koreksi target pertumbuhan tersebut menurun, maka usaha investor juga akan menyesuaikan. Selain itu, daya beli masyarakat juga dapat semakin menurun.
"Oleh karena itu, perlu adanya stabilitas iklim investasi dan konsumsi," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (2/7).
Taufik menuturkan, penurunan proyeksi dari pemerintah mendapatkan pengaruh dari faktor eksternal maupun internal. Dari faktor eksternal, terdapat dinamika berbagai variabel ekonomi yang berhubungan secara langsung dengan kondisi-kondisi perekonomian global.
Diketahui, saat ini sedang terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara yang tidak terlepas dari efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina. Dampaknya, kemampuan negara lain untuk mengimpor produk Indonesia menurun sehingga berdampak negatif terhadap perlambatan kinerja ekspor dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk faktor internal, Rizal menambahkan, perekonomian nasional kini sedang dalam kondisi yang sesuai ditargetkan. Artinya, pertumbuhan ekonomi tumbuh belum sesuai dengan harapan, yakni stagnan di kisaran lima persen.
"Hal tersebut menunjukkan perlu adanya kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan moneter yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional semakin baik," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun berada di kisaran 5,2 persen. Angka tersebut lebih kecil 0,1 persen dibanding dengan target yang tercatat di APBN 2019, yakni 5,3 persen.
Sementara itu, Sri juga memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua mencapai 5,02 hingga 5,13 persen. Angka ini menurun signifikan dibanding dengan pencapaian realisasi periode yang sama pada tahun lalu, yakni 5,27 persen.
Proyeksi pada kuartal kedua tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi kuartal pertama tahun ini, 5,07 persen. Penyebabnya, pertumbuhan konsumsi yang diperkirakan mengalami perbaikan melalui bantuan sosial kepada masyarakat menengah ke bawah. Begitupun dengan pertumbuhan investasi yang diprediksi membaik setelah masa pemilu usai.