EKBIS.CO, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam beberapa kali kesempatan, menegur menteri-menterinya soal kinerja perdagangan yang terus merosot. Dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan Jakarta pada 19 Juni 2019 lalu misalnya, Jokowi menegur para menterinya tentang minimnya gebrakan dalam hal investasi dan perizinan. Ia secara gamblang meyebut bahwa dalam dua hal yang saling berkaitan tersebut, jajarannya belum melakukan inovasi yang cukup berarti.
Teguran Presiden selanjutnya 'meluncur' pada sidang kabinet paripurna yang digelar Senin (8/7) siang tadi. Sidang kabinet yang dipimpin Jokowi siang tadi memang lebih banyak menyoroti soal capaian ekonomi dalam setahun belakangan. Salah satu pembahasan utama adalah turunnya kinerja perdagangan. Jokowi pun membeberkan angka-angka yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai kinerja ekspor dan impor.
Mengutip data dari BPS, Presiden mengungkapkan bahwa nilai ekpsor Januari hingga Mei 2019 mengalami penurunan 8,61 persen (secara tahun ke tahun/yoy). Begitu pula dengan nilai impor di periode yang sama turun 9,23 persen (yoy). Secara menyeluruh, ujar Jokowi, perdagangan nasional sepanjang Januari-Mei 2019 mengalami defisit hingga 2,14 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Lantas di mana titik masalah dari rumitnya upaya untuk mendongkrak kinerja dagang ini?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, ikut buka suara. Menurutnya, permasalahan defisit neraca perdagangan tidak hanya secara sederhana dikaitkan dengan neraca pembayaran dan porsi cadagangan devisa. Menurut Darmin, benang merah dari peningkatan kinerja perdagangan adalah konfigurasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Artinya, 'obat kuat' untuk ekspor nasional tersebar di berbagai sektor dan motor penggerak ekonomi.
"(Penghambatnya) di antaranya adalah regulasi dan institusi," kata Darmin usai menghadiri sidang kabinet di Istana Bogor, Senin (8/7).
Darmin menambahkan, pemerintah selalu mencari jurus baru untuk bisa memperbaiki kinerja perdagangan. Salah satunya dengan menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang baru, dengan sasaran utama adalah ekspor.
"Sedang urunan dulu terus. Mungkin beberapa kali lagi (pertemuan) baru kita rumuskan," kata Darmin.
Teguran Presiden Jokowi dalam sidang kabinet kali ini memang serius. Presiden bahkan menegur Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dianggap punya peran dalam tingginya nilai impor pada Mei 2019. Sebagai informasi, tingginya nilai impor versus stagnannya nilai ekspor menyebabkan defisit neraca dagang.
"Coba dicermati angka-angka ini dari mana kenapa impor jadi sangat tinggi, kalau didetailkan lagi migasnya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena rate-nya yang paling banyak ada di situ," tegur Presiden dalam sidang kabinet.
Presiden juga meminta seluruh menteri terkait untuk mencari peluang-peluang baru untuk ekspor menyusul terjadinya perang dagang antara AS dan Cina. Jokowi menilai bahwa peluang masuknya komoditas Indonesia ke AS cukup besar mengingat pembatasan produk Cina yang masuk ke sana.
"Ini kesempatan kita menaikkan kapasitas dari pabrik-pabrik, dari industri-industri yang ada tapi sekali lagi pemerintah semestinya memberikan insentif yang terhadap peluang ada," kata Jokowi.
Presiden mengingatkan, insentif bagi eksportir harus diberikan kepada pengusaha di seluruh tingkatan, termasuk pelaku UMKM. Ia memberi contoh, peluang ekspor Indonesia yang masih bisa digenjot di antaranya adalah tekstil dan furnitur atau mebel.