EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah akan membentuk dana abadi perguruan tinggi pada tahun depan. Dana ini dialokasikan untuk mendukung perguruan tinggi terbaik di Indonesia masuk dalam peringkat terbaik dunia. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Yanuar Nugroho mengatakan, pemerintah akan memulai dengan alokasi dana sekitar Rp 5 triliun.
Tapi, Yanuar menjelaskan, nominal tersebut dapat saja berubah seiring dengan kapasitas fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Apabila memang terbatas, tidak menutup kemungkinan jumlahnya diturunkan lebih dari 50 persen.
"Seperti dana abadi kebudayaan. Janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) Rp 5 triliun, tapi kapasitas fiskal kita hanya bisa Rp 1-2 triliun," tuturnya ketika ditemui Republika usai forum publik Mencari Model dan Pengelolaan Dana Riset untuk Indonesia di Jakarta, Rabu (31/7).
Yanuar menjelaskan, dana abadi perguruan tinggi berangkat dari keinginan pemerintah meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia. Dengan begitu, diharapkan lebih banyak universitas di Indonesia dapat masuk ke peringkat 500 besar terbaik di dunia.
Saat ini, setidaknya hanya ada tiga universitas yang masuk dalam kategori tersebut, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM). Kemungkinan, Yanuar menyebutkan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Airlangga akan masuk dalam ranking 500 besar dunia.
Selain dana abadi perguruan tinggi, pemerintah juga sedang menyiapkan dana abadi kebudayaan yang disebut Yanuar juga akan masuk di APBN 2020. Kebijakan ini sesuai dengan mandat dari Undang-amanat Undang-undang nomor 5 tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Sesuai regulasi tersebut, dana abadi kebudayaan akan digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan seni dan melestarikan kebudayaan.
Di sisi lain, Yanuar mengatakan, pemerintah sudah memasukkan dana penelitian dan pengembangan (litbang) atau riset pada APBN 2019 dengan besaran Rp 990 miliar. Dana ini ditujukan untuk membiayai riset-riset yang lebih fleksibel, tidak bergantung soal tahun atau multiyears dan tidak membutuhkan administrasi rumit.
"Yang sekarang sudah berlangsung adalah dana pendidikan, LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan)," ucapnya.
Saat ini, besaran dana abadi pendidikan sudah mencapai Rp 60 triliun. Yanuar memprediksi, nominal tersebut akan terus bertambah seiring dengan pengelolaannya menjadi Rp 100 triliun dalam kurun waktu lima tahun. Pertumbuhan ini juga diharapkan terjadi pada tiga dana abadi lain dengan target Rp 50 triliun hingga 2024.
Yanuar menjelaskan, poin yang masih harus diselesaikan oleh pemerintah sekarang adalah tata kelola dan kelembagaan. Sebab, belum ada penugasan secara resmi kepada suatu kementerian/ lembaga untuk mengatur dana abadi riset, kebudayaan maupun perguruan tinggi. Untuk dana abadi pendidikan, LPDP, kini dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sementara itu, dana abadi riset yang sudah masuk dalam APBN 2019 baru dititipkan ke Kemenkeu. Sebab, menurut Yanuar, Kemenkeu merupakan kementerian yang dipercaya untuk mengelola dan 'memutar' duit.
Pemerintah terus melakukan diskusi untuk menentukan pihak yang paling tepat mengelola dana abadi tersebut ke depannya. "Setidaknya pada Oktober, sampai Presiden umumkan kabinet baru, kita sudah siap menyebutkan bentuk manajemen apa yang paling pas," ucapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dana abadi perguruan tinggi ditujukan untuk menopang ekosistem riset di Indonesia. Dana yang digunakan bukan berasal dari fund, melainkan hasil pengelolaan fund itu sendiri. Konsep ini juga sudah diterapkan dalam LPDP dan akan diterapkan juga di dua dana abadi lainnya.
Sri mengatakan, sifat dari dana abadi atau endowment fund ini adalah fleksibel. Kementerian atau lembaga yang memanfaatkan dana abadi tidak harus menghabiskan dalam satu tahun hingga masa pertanggungjawaban. Mereka dapat menggunakannya dalam kurun waktu tertentu atau multiyears.
"Tapi, harus melalui proses pengelolaan yang baik sehingga bisa hasilkan return maksimal," ucapnya.
Sri berharap, dana abadi yang ditujukan untuk pembangunan di Indonesia ini dapat terus tumbuh setiap tahun. Ia menyebutkan LPDP sebagai contoh. Selama 10 tahun berjalan, LPDP yang berawal dari nominal Rp 1 triliun, kini dapat menyentuh angka Rp 60 triliun. Tidak menutup kemungkinan juga bagi dana abadi yang lain dapat mencapai puluhan triliun dalam kurun waktu yang sama.
Hanya saja, tantangan terbesar saat ini adalah mengelolanya berdasarkan investasi yang maksimal tapi prudent atau bijaksana. Sri mengatakan, pemerintah tidak ingin menaruh investasi berupa dana abadi, namun 'bodong'.
"Di sini perlu tata kelola investasi yang berbeda," ujarnya.